BATAM,AlurNews.com – PT Moya Indonesia akhirnya hadiri rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar oleh Komisi I DPRD Kota Batam, Rabu, 13/1/21 pagi. Selain PT Moya Indonesia, hadir juga BP Batam dalam kesempatan itu.
RDP yang digelar ini, menindaklanjuti banyaknya keluhan pelanggan/masyarakat terkait lonjakan tagihan air yang menggila pada bulan Desember 2020. Banyak pelanggan mengeluh akibat kenaikan yang terbilang tidak masuk akal, hingga 75%.
Dengan itu, DPRD kota Batam melalui Komisi I langsung mengambil langkah dengan mengundang pihak PT Moya Indonesia. Meski sebelumnya PT Moya Indonesia mangkir dari RDP yang pertama dijadwalkan.
RDP kali ini cukup alot. PT Moya Indonesia dihujani berbagai kritik keras dari para Wakil rakyat yang ada di Komisi I DPRD kota Batam.
Selain kritik keras, Sejumlah anggota DPRD Kota Batam mengungkapkan kegeramannya terhadap PT Moya Indonesia. Emosi para wakil rakyat itupun kian memuncak setelah mendengarkan pemaparan dari PT Moya terkait tagihan air yang melonjak naik. Alasan ada kebocoran dijaringan pelanggan.
“Saya ingin BP Batam dan PT Moya Indonesia jujur. Kenapa lonjakan tagihan air ini bisa sampai terjadi? Apakah adanya kesengajaan, kelalaian atau ada sistem yang dibangun dan tidak profesional. Kami ingin sekali diberikan jawaban yang disesuikan dengan kejujuran dan hati nurani,” lontaran Anggota Komisi 1 DPRD Kota Batam Utusan Sarumaha yang terlihat geram.
Sebab kata dia, kenaikkan tagihan air pelanggan ini terbilang di luar dari akal sehatnya. Dimana, biasanya tagihan air di rumah pelanggan hanya Rp100 ribuan namun melonjak menjadi Rp1,5 jutaan. Bahkan ada yang mencapai 10 juta rupiah. Ini lonjakan yang tidak masuk akal.
“Ini kan tidak wajar, normalnya saja 100 ribuan, ini bisa sampai 1,5 jutaan. Kan diluar kewajaran namanya dan harus ada yang dibereskan,” tegasnya.
Selain itu, pihaknya juga mempertanyakan adanya sebuah surat permohonan cicilan yang harus dibuat oleh pelanggan air di Batam, namun saat dilakukan verifikasi dan survey tidak ditemukan adanya kebocoran air di jaringan internal rumah mereka.
“Ini Konsep dari mana? Ada warga yang mengajukan cicilan atas tagihan airnya padahal di rumahnya saat dicek tidak ditemukan adanya kebocoran di jaringan internal mereka. Kan aneh. Tidak ada kebocoran, malah warga mengemis kepada PT Moya Indonesia dan BP Batam agar bisa mendapatkan cicilan dari tagihan air mereka. Ini namanya sebuah kezholiman,” sebutnya.
Untuk itu, dengen tegas Utusan meminta PT Moya Indonesia dan BP Batam dalam RDP tersebut agar tidak memaksakan kehendak untuk menuntut adanya pembayaraan air yang tidak sesuai kepada pelanggan.
“Selian itu, kami juga meminta PT Moya Indonesia dan BP Batam untuk tidak melakukan pemutusan sambungan air konsumen yang belum melakukan pelunasan tagihan air dari adanya dampak tagihan air tinggi tersebut,” tegasnya lagi.
Politisi Partai Hanura Batam ini juga menggarisbawahi bahwa PT Moya Indonesia dan BP Batam telah melunturkan kepercayaan publik dalam masa transisi pengelolaan air bersih di Batam. Sekaligus telah memberikan kegaduhan di masyarakat.
“Dan hal ini menjadi catatan yang buruk dalam hal pengelolan air bersih di Batam, sehingga perlu adanya semacam evaluasi kembali dalam sebuah tender pengelolaan air di Batam nantinya,” menurutnya.
Sebelumnya, Manajemen PT Moya Indonesia melalui Direktur Area Batam, Sutedi Raharjo bersama Badan Pengusahaan (BP) Batam menggelar jumpa pers dengan awak media, Kamis (7/1/2021) siang.
Pada kesempatan tersebut, Direktur Utama PT Moya Indonesia Sutedi Raharjo mengungkapkan adanya peningkatan tagihan air sejumlah pelanggannya.
“Dari hasil verifikasi dilapangan, tagihan sudah sesuai penggunaan. Termasuk adanya kebocoran di pipa jaringan internal pelanggan. Tercatat, ada 303 pelanggan air bersih di Batam yang tagihan airnya mengalami lonjakan,” jelasnya.
Tedi juga menunjukkan sejumlah bukti-bukti terkait lonjakan tagihan air pelanggan tersebut dalam sebuah tampilan layar. Dimana dalam tagihan yang ada diakuinya sudah sesuai. Baik itu lonjakan yang awalnya Rp69 ribu pada November 2020 menjadi Rp1,5 Juta pada Desember 2020.
“Peningkatan pembayarannya sudah sesuai dengan pemakaian. Itu fakta dan bukti-bukti yang kita temukan. Petugas kita turun langsung ke lapangan dan mengambil foto meteran. Intinya, itu murni adanya kebocoran di jaringan internal pelanggan. Mengingat, setelah meteran air bukan lagi tanggung jawab kami, namun sudah menjadi tanggungan pelanggan,” terangnya.
Selain itu, jelasnya lagi, tingginya tagihan pelanggan itu juga disebabkan oleh adanya tagihan pelanggan yang belum masuk dalam sistem billing. Sehingga menjadi besar olah akumulasi pembayaran hingga 2-3 bulan.
“Jadi memang, tagihan sejumlah itu karena memang benar adanya dan disebabkan oleh banyak faktor di jaringan internal pelanggan,” jelasnya.
(IN)