Permasalahan etik lainnya, menurut BEM se-Riau bahwa, Hadiman selaku Kepala Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi sangat tidak bijaksana dan tidak etis berbicara di media salah satu stasiun televisi (RIAU TV) menyampaikan agar pihak PT. GTW sebagai rekanan mengembalikan uang Down Payment (DP) Program Sawit Rakyat (PSR) dengan alasan sebagian pihak petani sawit yang tergabung dalam Koperasi Unit Desa (KUD) mengundurkan diri dari program sawit rakyat (PSR) yang masih dalam tahap pengerjaan oleh PT.
GTW sebagai pihak rekanan, Sementara Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dalam hal ini sebagai pengelola dan pengawas tidak menemukan alasan untuk pihak terkait mengembalikan uang sebagaimana di maksud.
Kuat dugaan Kajari Kuansing itu tidak mengerti tugas dan fungsi kejaksaan sebagai penyelidik, penyidik dan penuntut umum dalam hal tindak pidana korupsi.
Seharusnya, Menurut Bem se-Riau, Hadiman, SH., MH sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi sadar dan mengerti bahwa dia tidak memiliki kewenangan untuk memerintahkan siapa pun termasuk PT. GTW untuk mengembalikan keuangan negara sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, apalagi pihak kejaksaan Negeri Kuantan Singingi sangat lamban dan belum mampu menetapkan tersangka dalam perkara tersebut.
Bahkan menurut BEM se-Riau, terkait Down Payment (DP) yang telah di terima oleh PT. GTW sebagai rekanan yang mengerjakan program sawit rakyat (PSR) tersebut sudah sesuai prosedur sehingga dapat di realisasikan atau dicairkan oleh pihak Bank Rakyat Indonesia.
Bem se-Riau mensinyalir adanya Dugaan Hadiman sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi bersekongkol dengan pihak lain yang memiliki kepentingan tertentu untuk menggagalkan program sawit rakyat (PSR) tersebut yang merupakan program strategis nasional (PSN) andalan Bapak Presiden RI Joko Widodo untuk petani sawit. (Rls)