Semua faktor negatif di atas yang selalu diungkapkan pelaku usaha. Tapi anehnya tidak ada perubahan signifikan. Karakter dan perilaku birokrasi pemerintahan inilah yang menjadi momok menyebalkan pelaku usaha.
Tidak heran Presiden Jokowi tampak emosi saat berpidato di depan kepala daerah seluruh Indonesia setahun lalu.
Presiden Jokowi jengkel atas lambannya pemimpin daerah menjemput peluang investasi. Bergerak lamban. Berpikir dan bertindak biasa-biasa saja. Tidak mau repot. Malas.
Aturan memang harus ditegakkan. Tapi aturan itu muaranya adalah untuk kepentingan yang lebih besar lagi. Kepentingan bangsa dan negara. Kepentingan rakyat. Melalui penyerapan tenaga kerja. Juga melalui pajak. Tanpa ada investasi maka pengangguran meluas. Ekonomi ambrol. Akibatnya kejahatan meningkat. Perut lapar membuat orang berpikir pendek.
Apa yang diperjuangkan Akhmad Maruf Maulana bukan usaha yang mudah. Tidak banyak orang bisa melakukan apa yang dikerjakannya. Mendatangkan investor kakap Amerika ke Batam.
Kelambanan birokrasi menyambut hadirnya investasi baru di Batam harus dikoreksi. Ini penting, agar segala daya upaya Presiden Jokowi memudahkan regulasi itu tidak terhambat akibat pelayanan lamban dari pejabat di bawah.
Mungkin bagi aparat birokrat, ada atau tidak ada investor, mereka tetap dapat gaji. Mereka tetap hidup. Yang penting setiap bulan dapat gaji dan fasilitas. Mental buruk inilah yang harus dilenyapkan.
Bagi mereka menutup usaha orang itu semudah seperti mereka menutup resleting celana. Orang-orang ini tidak pernah mau tahu peluh keringat pelaku usaha yang pontang panting tidak tidur demi mendatangkan investasi.
“Saya menolak keputusan penyegelan itu. Saya akan melaporkan ke Presiden Jokowi dan Menko Marves”, ujar AMM tegas kemarin pada saya.
Baiklah Mas…saya mendukung penuh perjuangan sampeyan.
Birgaldo Sinaga
Wakil Ketua Umum Inti Demokrasi Kebangsaan (InDeKs)