JAKARTA, AlurNews.com – Keberadaan BUMN tak semuanya berkinerja bagus, ataupun bisa dikategorikan bisa ditolong. Sebagian tak sesuai harapan. Bahkan ada yang sudah bertahun-tahun merugi.
Menteri BUMN Erick Thohir berencana melakukan pembubaran atau likuidasi tujuh BUMN. Rencana ini pun menjadi peringatan bagi BUMN lain utamanya yang masih mencatatkan kinerja buruk atau terus merugi.
Adapun empat dari ketujuh BUMN yang akan dibubarkan pemegang saham adalah PT Kertas Kraft Aceh (Persero), PT Industri Glas (Persero), dan PT Kertas Leces (Persero), PT Merpati Nusantara Airlines (Persero).
Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia (UI) Toto Pranoto menilai, langkah likuidasi didasari pada kondisi operasional perusahaan yang tidak bisa dipertahankan pemegang saham. Dengan kata lain, perseroan tidak memberikan kontribusi atau keuntungan bagi negara karena mati suri.
“Saya kira ini bisa menjadi suatu warning bagi yang lain. Bahwa yang namanya upaya likuidasi atau pembubaran BUMN untuk bidang-bidang yang dianggap, tanda petik ya, misalnya pelayanan produk, servisnya sudah tidak strategis,” ujar Toto dalam program Newscreen Morning IDX Channel, Jumat (7/5/2021).
Karenanya, dia menilai upaya pembubaran tujuh BUMN merupakan langkah tepat. Selain bagian dari aksi transformasi Kementerian BUMN, pembekuan perusahaan akan memperbaiki kondisi pareto BUMN itu sendiri. Istilah pareto dipakai Toto untuk menggambarkan suatu prinsip yang menyatakan bahwa 80% dari hasil sebenarnya hanya dihasilkan oleh 20% perusahaan saja.
“Saya juga menyambut baik, karena ini kemudian juga akan bisa secara perlahan, membuat kondisi pareto BUMN bisa kita perbaiki”.
“Pareto artinya bahwa kemudian kita cukup banyak punya jumlah BUMN, sekitar diatas 100. Tapi kemudian, jumlah BUMN yang betul-betul produktif, efisien dan memiliki kinerja yang bagus itu hanya jumlahnya terbatas,” katanya.
Sebelumnya, Erick Thohir menyebut, proses pembubaran akan dilakukan usai pemegang saham berkoordinasi dengan PT Perusahaan Pengelola Aset (PAA).
Dia menegaskan perusahaan pelat merah yang akan dibubarkan tersebut sejak 2008 lalu sudah tidak beroperasi alias mati suri.
Karenanya, pilihan pembubaran dinilai efektif karena sejalan dengan langkah transformasi perseroan negara yang digalakan Kementerian BUMN. “Itu sudah dari 2008 mati suri. Kita sebagai pimpinan akan zalim kalau nggak ada kepastian,” ujar Erick kepada wartawan di Gedung Kementerian BUMN.
Sementara itu, BUMN yang masih bertahan diminta untuk mengoptimalkan kinerja bisnis usai pandemi Covid-19. Salah satunya adalah mampu bersaing dengan perusahaan non BUMN.
“BUMN sekarang pun dengan perubahan pasca Covid-19 harus siap-siap bersaing, apalagi yang kalah bersaing. Yang masih hidup aja harus berubah. Bukan jadi salah dan benar, tapi pilihan,” tutur dia.(*)