BATAM, ALURNEWS.COM – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI, menjawab keluhan warga Batam yang disampaikan oleh LSM Gerakan Bersama Rakyat (Gebrak) pada 9 Maret 2020 dan 22 Desember 2020 terkait akses layanan air bersih di Batam.
Hak atas air bagi belum dirasakan secara merata oleh warga Kota Batam, Kepulauan Riau. Masih ada warga kesulitan mengakses layanan air bersih, terutama bagi mereka yang tinggal di permukiman liar
Dalam surat tertanggal 10 Mei 2021, Komisioner Komnas HAM RI, Choirul Anam menyampaikan bahwa LSM Gebrak melayangkan aduan mengenai krisis air bersih bagi ribuan warga Batam yang tinggal di permukiman liar.
Mereka harus membayar air bersih dengan harga jual di atas ketentuan berlaku. Selain itu, layanan air bersih bagi warga marjinal juga dinilai diskriminatif.
Dari pengaduan tersebut, Anam menjelaskan bahwa berdasarkan wewenang Pemantauan Komnas HAM RI dalam pasal 89 ayat 3 UU nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pihaknya meminta Wali Kota Batam untuk memberikan informasi terkait penyediaan air bersih bagi seluruh warga Batam.
Informasi itu menyangkut soal pengadaan, pengelolaan dan penyaluran air bersih serta penentuan tarif harga penjualan air bersih, termasuk mempertimbangkan permohonan pengadu beserta masyarakat untuk menyalurkan air bersih.
“Penting kami sampaikan, Indonesia sebagai negara pihak (state party) dalam International Covenant on Economic, Social and Culture Rights telah meratifikasi konvensi tersebut melalui UU nomor 11 tahun 2005 memiliki kewajiban untuk hak atas air,” tulis Anam.
Bahwa hak atas air memberikan kepada setiap orang atas air yang memadai, aman, bisa diterima, bisa diakses secara fisik dan mudah didapatkan untuk penggunaan personal dan domestik sesuai Resolusi nomor 64/292 PBB yang menegaskan hak atas air dan sanitasi adalah bagian dari HAM.
Ketua LSM Gebrak Batam, Agung Widjaja menegaskan aduan tersebut disampaikan ke Komnas HAM karena kebijakan pemerintah di Batam soal air bersih ini dinilainya diskriminatif.
Temuan kami, ada masyarakat yang bermukim lebih dari 10 tahun (di permukiman liar) tidak bisa mengakses layanan dan harus mengeluarkan biaya lebih untuk mendapatkan air bersih,” ujarnya.
Menurutnya, sikap diskriminatif ini tidak memandang siapapun yang sedang mengelola air bersih di Batam.
“Mau dulu dikelola ATB maupun sekarang SPAM Batam ya sama diskriminatifnya,” kata dia, Kamis (20/5/2021). (*)