KUDUS, ALURNEWS.COM – Kabupaten Kudus, Jawa Tengah menjadi satu-satunya zona merah penyebaran COVID-19 di Pulau Jawa. Mantan Ketua DPRD Kudus Heris Paryono menggelar aksi menyemprotkan air khusus ke rumah sakit hingga pasar.
Heris yang merupakan Ketua DPRD Kudus periode 1999-2004 itu mengaku menyemprotkan air rukiah ke lokasi keramaian. Dia optimistis setelah disemprotkan air yang telah didoakan itu, kasus Corona bisa menurun.
“Kita sama-sama melawan Corona, saya sebagai warga negara Indonesia merasa prihatin sekali dengan kejadian Corona ini. Jadi Corona kita lawan apa saja. Air ini air rukiah,” kata Heris kepada wartawan ditemui di lokasi, Selasa (1/6/2021).
Warga Desa Jati Wetan itu pun terlihat nyentrik dengan pakaian yang dikenakannya. Mulai dari memakai pakaian serba hitam hingga memakai masker dan topi berwarna hitam. Heris juga mengenakan kacamata berwarna hitam. Dia mengenakan kalung di dadanya.
Heris tampak menyemprotkan air rukiah di kawasan RSUD dr Loekmonohadi Kudus, dan Pasar Bitingan yang lokasinya bersebelahan. Kios-kios pedagang di Pasar Bitingan Kudus pun disemprot dengan air rukiah yang dibawa Heris.
Heris menjelaskan air rukiah itu terdiri dari air zam-zam yang kemudian dicampur dengan air biasa. Dia mengaku membacakan doa, baru setelah itu air ditaruh ke dalam tangki.
“Saya baca bismillah selama 40 hari berturut-turut sehari 10 ribu kali saya tiupkan di air saya masukan sini,” ungkap Heris.
Dia menyebut aksi ini sebagai salah satu ikhtiar untuk melawan Corona. Heris pun berharap kasus Corona di Kudus segera hilang.
“Tujuannya melawan Corona di samping itu kita menjaga wudhu, kalau saya setiap hari baca fatikah dan salawat nabi insyaallah semua setiap hari, semua Corona tidak akan lama akan berhenti,” ungkap Heris.
Founder Pesantren Riset PRISMA Kudus, Nur Said mengatakan apa yang dilakukan mantan Ketua DPRD Kudus tersebut sah-sah saja. Hanya saja dia mengingatkan harus dilakukan sesuai dengan syariat Islam.
“Itukan menurut aturan, bahkan ada penyakit tertentu dibacakan ucapan yang positif. Itu ada riset Jepang, bahwa air itu dikasih ucapan sebuah mutiara luar biasa, apalagi dibacakan ayat-ayat suci Al-Qur’an, jadi dulu orang tradisi kiai itu ngobati orang dengan air yang dibacakan doa tertent,” kata Said saat dihubungi via telepon.
“Jadi itu ya sebagai ikhtiar ritual yang sah-sah saja. Karena itu sebagai upaya dengan kalimat Al-Qur’an. Jadi pandangan saya itu sah saja asalkan dengan kaidah syari’at sebagai ikhtiar upaya mengobati penyakit tertentu,” sambungnya. (*)
Sumber: Detik.com