AlurNews.com, BATAM – Masalah pengelolaan air bersih kota Batam sempat mengemuka di Dialog Publik yang diselenggarakan LSM Gebrak di hotel Travelodge, Rabu (10/11) malam. Pengelolaan air bersih dianggap harus mengedepankan kebutuhan publik, dibanding keuntungan materil semata.
“Tidak etis menjadikan hak dasar masyarakat (atas air) menjadi persoalan ekonomi semata,” ujar Anggota DPRD Kepri, Uba Ingan Sigalingging, yang hari itu menjadi narasumber Dialog Publik bersama pengamat kebijakan publik, Rocky Gerung dan aktivis muda, Roy Murthado.
Saat ini Batam tengah masuk dalam proses penting untuk menentukan arah pengelolaan air bersih untuk jangka panjang. BP Batam sebagai lembaga yang dipercaya untuk mengurus ikhwal air bersih kota Batam tengah mengadakan lelang untuk memilih mitra.
Namun narasi yang dibangun oleh kepala BP Batam kepada publik terkait proses pemilihan mitra ini terlihat mengedepankan keuntungan finansial semata. Dalam beberapa kesempatan, kepala BP Batam menekankan pentingnya mendapat keuntungan yang lebih besar dari bisnis air bersih.
Realisasi dari narasi tersebut adalah penundan lelang yang harusnya dimulai pada Februari 2021, karena BP Batam harus menyewa konsultan khusus untuk merumuskan perjanjian kerjasama yang mendatangkan “Cuan” besar.
Namun, tidak sekalipun ada narasi dari lembaga non struktural ini yang menyinggung adanya konsultasi khusus yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan air bersih pada kontrak kerja yang baru.
“Kelihatan sekali bahwa air sudah tidak lagi dianggap sebagai kebutuhan dasar. Tapi dianggap sebagai barang yang bisa diperjualbelikan,” jelasnya.
Dia juga menyayangkan, karena masyarakat tidak memiliki akses terhadap kebijakan yang menentukan kehidupan mereka kedepannya. Dia meminta pemerintah daerah hadir untuk menjaga kepentingan masyarakat terkait air bersih ini.
“Kita meminta ada proses transparansi, dan jaminan keadilan terhadap distribusi air bersih. Ini penting dilakukan, sehingga kita bisa melihat bahwa keputusan yang diambil menganut prinsip-prinsip keadilan,” ungkapnya.
Pengamat kebijakan publik Rocky Gerung mengatakan, seringkali kebijakan publik yang dirumuskan pemerintah menjadi gagal karena tidak berbasis pada kebijakan sosial. Padahal kebijakan publik yang bagus harusnya bertumpu pada kebijakan sosial.
“Kebijakan publik itu tukar tambah kepentingan politik. Sementara kebijakan sosial itu berbasis kepada kebutuhan masyarakat,” jelasnya.
Kebijakan publik yang diambil dengan mengedepankan kebutuhan publik, bukan hanya tukar menukar kepentingan politik. Karena dalam kebijakan publik, ada dimensi publik, sehingga membutuhkan persetujuan publik.
“Soal etika itu hilang, karena kemampuan kita memperhatikan keadilan sosial hilang. Padahal kebijakan publik tanpa tuntunan etik menjadi transaksi kekuasaan telanjang,” tegasnya. (*)