Dalam hal ini, Masrur Amin menilai dengan sidak dan RDP itu yang telah digelar oleh Komisi III DPRD Kepri justru tidak membantu kliennya.
“Hasil surat dari DLHK Provinsi Kepri menyatakan bahwa minyak hitam itu adalah limbah. Sementara, klien kami telah memberikan upeti hingga 900 juta rupiah kepada ketiga oknum Komisi III DPRD Kepri untuk membantu permasalahan ini. Jadi kemana uang klien kami itu?,” kata Masrur Amin.
“Dan uang 30 ribu Dollar Singapura yang diambil terakhir oleh BL dan SS, katanya untuk pihak DLHK. Tapi apa hasilnya?, sebut Masrur.
Tak cukup sampai disitu saja, pihaknya mengkonfirmasi kepada DLHK Provinsi Kepri dan secara jelas DLHK Kepri mengatakan bahwa tidak menerima sepeserpun uang dari oknum anggota Komisi III DPRD Kepri berinisial BL dan SS tersebut.
“Akhirnya, kami mencoba menghubungi IR untuk mengadakan pertemuan di Excelso. Dalam pertemuan itu, IR sepakat untuk mengembalikan uang sebesar Rp 400 juta untuk diserahkan kembali kepada klien kami pemilik minyak berinisial J dengan asumsi bahwa Rp 200 juta di terima oleh IR, Rp 200 juta di terima oleh M dan Rp 100 juta diserahkan kepada salah satu oknum Komisi III dan Rp 100 juta lagi dibagi-bagi,” jelasnya lagi.
Kemudian, tindak lanjut permasalahan ini adalah ternyata IR hanya menyerahkan kembali uang tunai sebesar Rp 100 juta pada tanggal 4 Januari 2022, sekitar pukul 16:00 di Harris Hotel, Batam Centre kepada perwakilan pemilik minyak hitam yang juga berinisial J dan satu orang yang menjadi saksi ketika IR menyerahkan 100 juta.
Padahal, kata H. Masrur Amin, perjanjian pada saat pertemuan di Excelso itu, IR sudah berkomitmen bahwa bersedia menyerahkan kembali uang yang sudah diterimanya sebesar Rp 400 juta. Tapi IR kembali berdalih bahwa uang Rp 200 juta telah diambil oleh M sang mantan ajudan IR yang pada saat itu telah menjadi orang kepercayaan Klein nya inisial J.