AlurNews.com – Kabar menyesatkan terkait pandemic Covid-19 kembali beredar di tengah-tengah masyarakat luas.Informasi menyesatkan atau hoax itu tersebar melalui pesan berantai dalam beberapa waktu terakhir.
Ini menyangkut dengan putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 31 P/HUM/2022 membatalkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 99 Tahun 2020 Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19.
Terdapat empat poin dalam pesan hoax tersebut.
Pertama, pandemi Covid-19 dinyatakan telah berakhir.
Kedua, negara dilarang melakukan pemaksaan vaksin.
Ketiga, pemerintah wajib menyediakan vaksin halal yang mendapatkan sertifikasi halal dan label halal MUI.
Keempat, aktivitas ibadah, sekolah, transportasi, dan usaha tidak boleh dibatasi dan berjalan secara normal seperti sediakala.
Bagaimana faktanya?
Terkait Putusan Mahkamah Agung No. 31 P/HUM/2022, poin pertama yang menyebut pandemi COVID-19 berakhir dipastikan hoax atau tidak benar. Pasalnya, dalam putusan resmi aslinya, tidak ditemukan pernyataan yang menyebut bahwa pandemi COVID-19 telah berakhir.
Sedangkan poin nomor dua, MA benar menerangkan pemerintah tidak bisa serta merta memaksakan kehendaknya kepada warga negara Indonesia untuk divaksin dengan alasan apapun dan tanpa syarat.
“Bahwa pemerintah dalam melakukan program vaksinasi COVID-19 di wilayah Negara Republik Indonesia (NRI), tidak serta-merta dapat memaksakan kehendaknya kepada warga negara untuk divaksinasi dengan alasan apa pun dan tanpa syarat, kecuali adanya perlindungan dan jaminan atas kehalalan jenis vaksin COVID-19 yang ditetapkan, khususnya terhadap umat Islam,” demikian bunyi putusan MA, Selasa (26/4/2022).
Begitu juga dengan poin nomor tiga, Mahkamah Agung (MA) memenangkan Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI) terkait uji materi Pasal 2 Peraturan Presiden (Perpres) RI Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi COVID-19. Putusan MA tentang vaksin COVID-19 mendesak pemerintah wajib menyediakan vaksin halal bagi umat muslim.
“Mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon: Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI) tersebut,” bunyi putusan MA, dikutip dari situs MA, Senin (25/4/2022).
Lalu, bagaimana dengan PeduliLindungi yang disebut melanggar HAM?
Kementerian kesehatan RI menegaskan bahwa aplikasi PeduliLindungi ini aman dan tanggung jawab terhadap data pengguna.
“Tuduhan ini tidaklah beralasan. Apabila dibaca dengan seksama, tidak ada sangkaan bahwa PeduliLindungi melanggar HAM. Tata kelola Aplikasi PeduliLindungi jelas bahwa keamanan dan perlindungan data pengguna adalah prioritas utama,” tulis Kemenkes dalam akun Twitter resminya, Senin (18/4/2022).
Kemenkes mengungkapkan pengembangan aplikasi PeduliLindungi ini sudah sesuai dengan kesepakatan global dalam Joint Statement Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) on Data Protection and Privacy in the COVID-19 Response tahun 2020 lalu.
Selain itu, seluruh fitur di aplikasi PeduliLindungi ini beroperasi dalam suatu kerangka kerja perlindungan dan keamanan data yang disebut Data Ownership and Stewardship. Aplikasi ini akan meminta persetujuan dari pengguna terkait data hingga izin akses untuk mengumpulkan data yang sifatnya pribadi dan sensitif.
“PeduliLindungi dipastikan aman, terpercaya, dan bertanggung jawab terhadap penggunaan data penggunanya,” tegas Kemenkes.
Kemenkes menegaskan sejak awal penggunaan aplikasi ini mengumpulkan data pasien COVID-19, vaksinasi, hingga riwayat perjalanan dari dalam maupun luar negeri. Data tersebut digunakan untuk pengambilan keputusan terkait penanganan pandemi COVID-19 di Indonesia.
Editor: Hasan Siregar