Legalisasi Ganja Medis, Orang Tua ABK di Batam Wajib Bekali Diri dengan Pengetahuan

Ilustrasi anak pengidap celebral palsy. (Foto: istimewa)

AlurNews.com – Wacana legalisasi ganja medis di Indonesia kembali mencuat, di saat media sosial kembali dihebohkan dengan perjuangan Santi Warastuti, yang memperjuangkan pengobatan bagi anaknya Pika yang memiliki cerebral palsy.

Polemik kemudian muncul di saat beberapa orang menyatakan mendukung gerakan legalisasi, namun ada juga sebagian orang yang dengan tegas menolak wacana tersebut, dengan alasan tanaman ganja masuk ke dalam kategori narkotika golongan I.

Hal ini juga menjadi perhatian khusus dari para pengamat pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Batam, Kepulauan Riau yang menyarankan para orangtua agar dapat memiliki dasar pengetahuan mengenai penggunaan ganja untuk kebutuhan medis.

“Anak-anak kita yang memiliki kebutuhan khusus, memang harus dijaga dengan berbagai treatment berbeda dengan anak lain. Untuk itu para orangtua yang memiliki anak ABK, sewajarnya tetap membekali diri dengan pengetahuan dalam menjaga dan merawat tumbuh kembang anak tersebut,” jelas Kepala SLB Putra Kami Batam, Hefrina, Selasa (12/7/2022).

Memiliki pengetahuan dasar ini juga diungkapkannya penting, dalam menerima informasi tentang penggunaan ganja untuk kebutuhan medis anak yang mengidap cerebral palsy.

“Untuk itu, informasi yang cepat didapat saat ini, saya melihat tidak semuanya dapat langsung ditelan mentah. Namun harus kembali dicari kebenaran informasinya,” paparnya.

Sebagai salah satu pendidik, Herfina mengungkapkan bagi anak pengidap cerebral palsy, ada beberapa cara yang dapat dilakukan.

Kurangnya aspek kognitif yang dimiliki oleh anak pengidap cerebral palsy, dijelaskannya masih dapat di stimulan dengan latihan khusus.

“Walau memang ada beberapa kasus bagi anak cerebral palsy, simulasi yang akan diberikan mungkin akan sangat berbeda. Disanalah biasanya kami sebagai pendidik, akan mencari tahu kembali apa yang bisa dibantu untuk dikembangkan agar bertumbuh lebih baik,” ungkapnya.

Disinggung mengenai perjuangan ganja bagi kebutuhan medis anak pengidap cerebral palsy, Herfina juga mengakui bahwa hal ini belum menjadi pembahasan utama dari para orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus di Batam.

Sebagai pengamat pendidikan, Herfina juga mengaku saat ini masih bersikap netral dalam menanggapi polemik tersebut.

“Sebagai pendidik, tentu saya hanya bisa memberikan pandangan mengenai simulasi yang pantas digunakan bagi anak-anak kita yang memiliki kebutuhan khusus. Berbeda apabila ditanya mengenai kebutuhan medis, hal ini tentu saja menjadi fokus dari para ahlinya,” tuturnya.

Hal senada juga dilontarkan oleh Kepala Pusat Layanan Autis (PLA) Batam, Riniatun yang menyebutkan bahwa penanganan anak pengidap cerebral palsy, masih dapat dilakukan dengan berbagai cara lain.

“Terutama latihan fisik yang harus diulangi setiap harinya terhadap anak. Ini untuk memancing respon anak, terhadap bagian tubuh yang memang kurang bisa bergerak,” paparnya.

Rini juga menuturkan dari pengalaman sebagai pengamat pendidikan, informasi tentang penggunaan ganja untuk medis tidak terlalu dibahas oleh para orangtua anak berkebutuhan khusus di Batam.

Bahkan, kini salah satu anak yang mengidap cerebral palsy yang pernah dididik olehnya sudah mulai menunjukkan perkembangan positif, walau tanpa melalui pengobatan dengan menggunakan obat-obatan.

“Ada salah satu anak didik saya dulu yang memang mengidap cerebral palsy, namun saat ini sudah mulai membaik walau tanpa obat-obatan. Hanya melalui latihan fisik saja, yang diulang terus-menerus,” paparnya. (Sirait)