KPPAD Batam Bantah Disebut Mediator Dugaan Pelecehan Seksual Santriwati di Pondok Tahfidz

Ilustrasi

AlurNews.com – Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Kota Batam, angkat bicara mengenai dugaan pelecehan seksual yang terjadi di salah satu Pondok Tahfidz di Kota Batam.

Pernyataan ini menyusul isu yang menyebutkan bahwa saat ini kasus tersebut telah diselesaikan secara kekeluargaan, setelah dilakukan mediasi yang disaksikan langsung oleh perwakilan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Sebelumnya diketahui, perihal surat perdamaian ini juga dibenarkan oleh keterangan yang diberikan oleh kerabat salah satu korban, yang dahulu merupakan santriwati di pondok tahfidz tersebut.

“Informasi ini memang sudah kita dengar, hingga adanya surat perdamaian antara terduga pelaku dengan wali korban. Pertanyaan kami, sebenarnya ini siapa yang menginisiasi, dan ada disebut perwakilan KPAI dan KPPAD. Itu siapa, karena kami tidak pernah melakukan hal itu,” tegas Komisioner KPPAD Batam, Nina Inggit Garnasih, Jumat (22/7/2022).

Inggit menambahkan, informasi perdamaian ini didapati di saat pihaknya tengah melakukan pendalaman kasus, setelah sebelumnya mendapat informasi dari salah satu mantan santriwati yang akhirnya berani berbicara.

KPPAD Batam juga mengakui bahwa saat ini tengah melakukan pengawasan terhadap pondok tahfidz yang dimaksud, dan berharap kurun waktu seminggu ini sudah mendapatkan titik terang.

Inggit menegaskan pihaknya juga telah melakukan koordinasi dengan Kemenag Kota Batam, dan meminta untuk melakukan pembahasan bersama Rumah Tahfidz Quran (RTQ) se-Kota Batam guna membahas persoalan ini.

“Namun hingga saat ini hal itu belum terealisasi. Bahkan dari permintaan kami yang sudah dilakukan dua kali ini, kami malah mendapatkan info bahwa sudah berdamai antara korban dan terduga pelaku. Hal ini tentu saja membuat kami kecewa,” ungkapnya.

Pihaknya kembali menegaskan, saat ini akan kembali melakukan permintaan ke pihak Kemenag Kota Batam.

Bahkan, jika misalnya Kemenag Kota Batam tidak memanggil dan menindaklanjuti persoalan itu, maka pihaknya sendiri yang akan turun tangan.

“Nah kalau kami yang menangani ya langsung ekstrem saja dan isu ini langsung dibawa ke publik, dengan catatan anak-anak yang diduga menjadi korban akan diamankan lebih dulu,” lanjutnya.

Inggit kemudian melanjutkan, awal kasus ini diketahui oleh pihak KPPAD dari aduan salah satu korban pada bulan Mei lalu.

Walau dari data yang pihaknya terima korban diketahui, berusia 22 tahun dan menjadi persoalan di luar fokus KPPAD Batam.

Hanya saja, pihaknya juga mengaku terkendala menggali informasi dari para korban, dengan satu-satunya sumber informasi hanya korban yang berusia 22 tahun itu.

“Yang amat kami sayangkan adalah, korban itu hidup sebatang kara ternyata dikenal berprestasi dalam ajang MTQ. Informasi yang kami terima juga menyebut kalau terduga pelaku merupakan sosok yang punya pengaruh di pondok tahfidz itu,” katanya.

Salah satu hal lain yang ingin dilakukan KPPAD Batam, adalah ingin bertemu langsung dengan para korban atau wali santriwati untuk mengumpulkan bukti dan fakta.

Sehingga bisa dilanjutkan ke laporan ke pihak kepolisian, walau sudah ada surat perdamaian antara korban dan pelaku.

“Nah, sesuai regulasi yang ada maka kami langsung mendatangi Kemenag Kota Batam untuk menggali informasi terkait perizinan dan sistem belajarnya bagaimana. Di sanalah kami ketahui kalau RTQ justru sistem belajarnya tidak boleh menginap seperti pondok pesantren. Harusnya pagi belajar, sore atau malam para siswa atau santri pulang ke rumah masing-masing,” tutupnya. (Sirait)