DPRD Batam Kritisi KKPR Aturan Turunan UU Cipta Kerja

Ketua DPRD Batam Nuryanto saat sidak di MPP Batam mengkritisi pelayanan KPPR, Senin (30/1/2023). Foto: AlurNnews.com/Sirait)

AlurNews.com – Ketua DPRD Kota Batam, Nuryanto mengkritisi aturan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), yang ditujukan bagi investor yang ingin berinvestasi di Kota Batam, Kepulauan Riau.

Aturan turunan dari Undang-undang Cipta Kerja (Ciptaker) ini, dinilai memperlambat realisasi spirit memangkas birokrasi, dan kepastian hukum bagi para investor.

“Kita inginkan investasi tumbuh pesat di Batam. Namun kalau spiritnya tidak jalan, bagaimana kita bisa memberikan kepastian bagi investor yang akan masuk,” terangnya saat ditemui di Gedung Mal Pelayanan Publik (MPP) Batam, Senin (30/1/2023).

Baca juga: Ombudsman Kepri: Laporan Masyarakat Didominasi Agraria, Kepegawaian dan Adminduk

Nuryanto menyebut, pengurusan izin KKPR sendiri saat ini masih menerapkan sistem tatap muka (offline) dan manual, yang dilakukan di Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pemko Batam.

Selain itu, pengurusan penerbitan perizinan juga dikakukan langsung oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).

“Sebagai contoh, ada investor yang akan mendirikan bangunan, ia masih harus mengurus Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), dengan syarat KKPR. Namun mereka juga tidak bisa berikan jaminan kapan satu izin ini selesai. Karena komunikasi dari sini ke pusatnya yang mengalami kendala. Belum lagi si pengurus izin yang harus ke Jakarta,” sesalnya.

Untuk itu, Nuryanto menyebut pihaknya akan mengundang instasi terkait dari Pemko dan BP Batam, guna mencari solusi memangkas jalur birokrasi yang saat ini masih menjadi kendala investasi di Batam.

“Hasilnya akan saya teruskan ke presiden. Karena kalau seperti ini hanya akan menjadi omongan saja bukan terealisasi,” paparnya.

Dilansir dari situs Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), penerbitan KKPR mempunyai tiga mekanisme.

Pertama, melalui konfirmasi, mekanisme ini dapat dilakukan apabila daerah tersebut sudah memiliki Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang terintegrasi dengan OSS.

Kedua, melalui penilaian, mekanisme ini dapat dilakukan apabila terdapat rencana tata ruang lain yang tidak terdapat pada RDTR yang telah terbit.

Ketiga, melalui rekomendasi, mekanisme ini dapat dilakukan pada Proyek Strategis Nasional (PSN) dengan persyaratan tambahan yang harus dilengkapi.

Selain KKPR, terdapat dua persyaratan dasar perizinan lainnya yakni, Persetujuan Lingkungan dan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Serta KKPR juga merupakan salah satu persyaratan dasar perizinan dalam proses pengadaan tanah

“KKPR merupakan salah satu dari tiga persyaratan perizinan. KKPR merupakan persyaratan dasar perizinan yang harus diproses paling awal, tidak paralel dengan Persetujuan Lingkungan, maupun Persetujuan Bangunan Gedung. Proses pengurusan KKPR berada di awal, yaitu pada proses perencanaan, sebelum penetapan lokasi (penlok), karena penlok ini acuannya adalah KKPR,” jelas Direktur Sinkronisasi Pemanfaatan Ruang, Eko Budi Kurniawan pada situs tersebut. (Sirait)