Polisi Sebut Demo Mahasiswa Tak Kantongi Izin dan Terindikasi Pelanggaran KUHP

Unjuk rasa puluhan mahasiswa PMII Batam, dan korban penipuan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Karya Bhakti Belakangpadang di depan Mapolresta Barelang diwarnai kericuhan, Senin (20/3/2023) pagi. (Foto: tangkapan layar video)

AlurNews.com – Pihak Polresta Barelang angkat bicara terkait kericuhan yang terjadi pada demo atau aksi unjuk rasa yang dilakukan warga dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) pada Senin (20/3/2023) siang.

Kasat Reskrim Polresta Barelang, Kompol Budi Hartono menyebut aksi yang digelar oleh nasabah Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Karya Bhakti dan PMII Batam ini tidak memiliki izin.

“Pertama, teman-teman mahasiswa tidak memiliki izin dalam melakukan aksi di depan Polresta Barelang,” ujarnya saat ditemui di Mapolresta Barelang Batam, Senin (20/3/2023).

Baca juga: Pertanyakan Proses Kasus KSP Karya Bhakti, Mahasiswa Bentrok dengan Polisi

Ia mengatakan aksi unjuk rasa dipicu oleh ketidakpuasan terhadap penanganan perkara penggelapan uang di KSP Karya Bhakti.

Budi mengatakan terkait hal ini, pihak kepolisian telah memberikan penjelasan dalam mediasi yang berlangsung beberapa waktu lalu.

“Sebelum aksi hari ini, mereka telah melakukan mediasi dengan kami. Dan kami telah menjelaskan apa yang kami lakukan saat ini,” ungkapnya sembari menunjukkan bukti mediasi yang dimaksud.

Budi Hartono juga menyebutkan, salah satu alasan lain pembubaran aksi dikarenakan kehadiran mereka di depan Polresta Barelang pada jam operasional atau jam kerja, dianggap mengganggu aktivitas di kantor tersebut.

“Kedua, inikan Polres fasilitas umum dan jam operasional sangat menganggu. Ini bukan tempat demo. Kalau mau demo bukan di sini,” tuturnya.

Pihaknya juga mengingatkan, dalam melakukan aksi unjuk rasa diperlukan pemberitahuan kepada Satuan Intelejen Kepolisian.

Nantinya pemberitahuan ini, akan mendapat balasan dan perizinan kurun waktu 3×24 jam, setelah surat pemberitahuan awal diberikan oleh koordinator aksi.

“Minimal 3×24 jam. Sebenarnya bisa klarifikasi ke Intel. Pemberitahuan saja sudah cukup. Tapi tidak ada otorisasi. Kalau tidak ada rekom, kita berhak untuk membubarkan,” jelasnya.

Ia melanjutkan, pihak kepolisian juga menemukan adanya indikasi dan nuansa politik serta pelanggaran pasal pencemaran nama baik sesuai dengan pasal 315 dan 310 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Oleh sebab itu, pihak kepolisian mengamankan dua orang mahasiswa yang diduga sebagai pimpinan pada aksi tersebut.

“Yang diamankan itu dugaan pelanggaran KUHP 310 dan 315. Kita ambil keterangan dulu. Waktu kita bubarkan memang ada kontak fisik,” lanjutnya.

“Jangan mau dibalik belakang layar ada nuansa politik. Ya betul (ada dugaan bernuansa politik),” tutupnya.

Sementara itu, terkait perizinan aksi unjuk rasa berdasarkan UU Nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, aktivitas unjuk rasa atau demonstrasi tidak memerlukan izin. Cukup dengan Surat Pemberitahuan Tertulis (SPT). Hal itu tertuang sebagaimana dalam pasal 10 yakni:

(1)Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 wajib diberitahukan secara tertulis kepada Polri.

(2)pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan oleh yang bersangkutan, pemimpin, atau penanggung jawab kelompok.

(3)pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) selambat-lambatnya 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sebelum kegiatan dimulai telah diterima oleh Polri setempat.

(4)Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi kegiatan ilmiah di dalam kampus dan kegiatan keagamaan. (Nando)