Kisah Raja Hasmidah, PMI Asal Natuna Pilih Dipenjara Demi Pulang ke Indonesia

Tiga hari berada di tahanan kantor kepolisian setempat, Awe kemudian dipindahkan menuju Rumah Tahanan (Rutan). Di sini ia mengakui bahwa banyak tahanan merupakan pekerja asal Indonesia, yang juga kurang mendapat perhatian dari pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI).

“Kondisi sel sempit, kotor, dan baunya itu sangat menyengat. Banyak orang Indonesia di sana yang merupakan pekerja. Orang Indonesia terkenal karena masa penahanannya pasti lama. Bahkan beberapa sipir sempat bercanda, kalau dijemput oleh pemerintah pasti mereka akan keluar,” ungkapnya.

Selama 20 hari menjalani status sebagai tahanan, Awe dan dua temannya akhirnya dijemput oleh pihak KBRI Jeddah. Ketiga orang ini kemudian dibawa untuk menunggu waktu kepulangan bersama 188 PMI non prosedural di Arab Saudi.

Awe menjelaskan, mengalami kejadian ini hanya dalam waktu sembilan bulan, setelah menerima tawaran dari perusahaan penyalur tenaga kerja yang berada di Indonesia. Alasannya, dalam perjalanan mencari penghasilan, Awe kerap mendapat perlakuan tidak manusiawi dari pihak perusahaan di Arab, dan tidak pernah menerima gaji.

“Saya kan ke sana memang niatnya mencari nafkah bagi keluarga. Kalau sudah seperti itu, buat apa saya bertahan di sana. Walau jalan untuk kembali itu berat, namun saya harus lalui itu untuk selamat,” tegasnya.

Setelah selamat menjadi salah satu korban perdagangan manusia ini, Awe sendiri juga mengingatkan agar para calon PMI tidak langsung terpedaya akan tawaran yang diberikan oleh perusahaan penyalur atau PJTKI.

Ia mengimbau agar para calon PMI dapat melakukan pemeriksaan terlebih dahulu, baik melalui masyarakat sekitar ataupun mencari informasi melalui website.

“Saya sendiri termasuk yang beruntung bisa bertemu majikan saya yang memberikan ide ekstrem itu. Kalau tidak sampai saat ini saya akan tetap menjalani hari-hari yang sangat mengerikan di sana,” tutupnya. (Nando)