
AlurNews.com, (Advetorial) – Nelayan di Kepri memprotes Peraturan Pemerintah (PP) No 11 Tahun 2023. Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepri Said Sudrajat saat menemani Gubernur Kepri Ansar Ahmad bertemu dengan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono.
Pertemuan itu berlangsung di ruang rapat Wahana Bahari KKP Jakarta, Kamis (24/8/2023). Dalam kesempatan itu Said melaporkan kepada Menteri KKP bahwa kelompok nelayan di Kepri terus melakukan protes dan unjuk rasa terkait dengan terbitnya PP No 11 Tahun 2023.
Para nelayan keberatan dengan PP No 11 Tahun 2023 yang mengklasifikasikan kapal dengan 1-5 Gross Tonnage (GT) sebagai ukuran kecil sedangkan 6-10 GT sebagai ukuran sedang. Padahal, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan Kecil, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam, nelayan kecil adalah nelayan yang menggunakan kapal perikanan ukuran sampai dengan 10 GT.
Baca Juga: Nelayan Kepri Keluhkan Sulit Dapat Solar untuk Melaut
“Para kelompok nelayan memohon agar dikembalikan nelayan kecil tetap 1-10 GT,” kata Said Sudrajat.
Selain itu, para nelayan juga merasa terbebani dengan adanya kewajiban pemasangan Vessel Monitoring System (VMS) dengan harga yang lumayan besar ditambah adanya pembiayaan air time juga dan adanya penarikan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar 5 persen.
Selain membahas PP Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur yang diundangkan pada 6 Maret 2023 lalu, Ansar juga meminta arahan terkait PP Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.
Ansar meminta arahan Menteri KKP mengenai dua PP tersebut yang berdampak pada sektor kelautan dan perikanan di Provinsi Kepri.
“Sektor kelautan dan perikanan merupakan potensi yang paling besar karena 97% provinsi Kepri adalah laut sehingga harus diperhatikan dan dimanfaatkan agar dampaknya bisa dikelola oleh daerah dan dirasakan masyarakat khususnya para nelayan,” kata Ansar.
Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono menjelaskan bahwa PP No 11 Tahun 2023 bertujuan untuk mengatur zona penangkapan ikan terukur yang berada di atas 12 mil dari pantai. Nelayan yang beroperasi di zona tersebut harus mendapatkan izin dari pusat yaitu KKP.
PP No 11 Tahun 2023 juga mengatur mengenai kuota penangkapan ikan pada zona penangkapan ikan terukur yang dihitung berdasarkan potensi sumber daya ikan yang tersedia dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan dengan mempertimbangkan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan.
“Esensi dari PP No 11 Tahun 2023 ini prinsipnya untuk kepentingan lokal. Wilayah yang punya zona harus menjadi tuan rumah di tempatnya. Nelayan lokal dan nelayan zona tidak dipungut biaya sama sekali,” kata Trenggono.
Ia mengatakan data nelayan lokal sudah ada. PP tersebut bertujuan untuk memberantas para pengusaha yang masih nakal. Setelah tata kelola ini dilakukan dengan baik, ia yakin nelayan daerah bisa berkembang dan populasi perikanan kita terkontrol dengan baik.
Trenggono berharap dengan telah dikeluarkannya PP No 11 Tahun 2023, kelestarian sumber daya ikan tetap terjaga dan dapat memberikan kesejahteraan nelayan, menyediakan perluasan dan kesempatan kerja, meningkatkan nilai tambah dan daya saing hasil perikanan, kepastian berusaha, kontribusi bagi dunia usaha, serta bagi negara.
Sementara itu, terkait dengan PP 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut, Menteri KKP mengatakan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan sedimentasi sudah dikoordinasikan dengan Menteri Keuangan.
“Jadi sebelum pengusaha melakukan sedimentasi harus bayar dulu PNBP nya di awal, kemudian diberikan izin. Untuk lokal 30?n untuk Ekspor 35%” ujarnya. (Pije)