Rocky Gerung: Dalam Konstitusi, Tanah Bukan Milik Negara

Akademisi dan pengamat politik rocky Gerung. Foto: ANTARA

AlurNews.com – Akademisi dan pengamat politik Rocky Gerung melihat konflik penggusuran warga di Rempang untuk membangun Eco City sebagai bentuk arogansi negara terhadap rakyatnya sendiri. Ia mengatakan konflik agraria makin tinggi di era Presiden Joko Widodo.

“Jokowi justru janji mau bagi-bagi tanah, dan itu tak terjadi. Itu yang terjadi di Rempang tuh. Rempang adalah daerah yang sebelum Indonesia merdeka sudah dihuni oleh masyarakat Melayu,” ucap Rocky dalam sebuah wawancara via video call, yang viral.

Dia menyebutkan, sejatinya tanah tidak milik negara. Hal itu juga tertuang dalam konstitusi bahwa tanah tidak boleh dimiliki negara. Namun, tiba-tiba seluruh patokan itu hilang.

Baca Juga: Jokowi Usulkan Rocky Gerung Terima Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera Nararya

“Tanah itu dimiliki oleh orang yang menggarap. Tapi tiba-tiba seluruh patokan itu, tanah untuk industri strategis, tanah dimilikin negara, itu nggak ada di dalam konstitusi,” kata dia.

Menurut dia, negara menguasai tanah kalau tanah itu ditelantarkan. Kalau tanah itu tidak ditelantarkan oleh masyarakat Melayu, bahkan diolah selama puluhan tahun, maka lahan beralih kepada yang menggarap atau pemberi manfaat.

Rocky menambahkan, ketika investor masuk, lalu dihentikanlah manfaat yang sudah diolah selama berpuluh-puluh tahun oleh masyarakat di Rempang.

“Itu namanya buta huruf tentang prinsip-prinsip tanah. Demi keadilan sosial dan kemanusiaan yang adil dan beradab, hentikan penggusuran atau pengambilalihan paksa di Rempang,” ujarnya.

Ia juga menyayangkan masyarakat atas nama hak negara justru digusur. Rocky juga heran dengan sikap Menteri Koordinator Politik, Hukum dan HAM (Menko Polhukam) Mahfud MD yang bersifat apologi.

“Mengherankan bahwa Pak Mahfud bersifat apologi. Kan saya baca di koran. Kata Pak Mahfud ini bukan soal penggusuran, ini soal hak yang memang dibagikan negara ke investor. Ternyata investor China. Ini juga menimbulkan iri hati bagi masyarakat,” kata Rocky.

Bagaimana tidak, masyarakat Melayu di Rempang yang sudah ada sejak 1834, sementara investor China baru tahun 2024 mulai investasi. “Ini problem mendasar hanya karena kebutuhan Indonesia akan modal asing,” ucapnya.

Menurut Rocky, komunitas masyarakat di Rempang sudah jadi. Jika pemerintah menyebut itu hak pemerintah untuk mengambil alih dan menyerahkan ke investor, menurut dia itu salah kaprah.

“Di situ ada sekolah. Sekolah itu artinya negara menyetujui ada komunitas di situ kan. Anak-anak itu yang justru berhak meneruskan hak mereka belajar dengan tenang di Rempang, bukan investor. Jadi kita melihat itu dari dimensi kesejarahan,” terangnya.

Menurutnya masyarakat adat di Rempang punya hak untuk merawat kultur yang sudah ada sejak lama sebelum Indonesia terbentuk.

“Oh ini gampang, nanti kita pindahin (relokasi). Begitu dipindahin kulturnya bubar. Dipindahin ke rumah susun segala macam. Jadi yang kita sebut sebagai keadilan sosial, dan martabat manusia. kemanusiaan yang adil dan beradab itu tak diperlihatkan. Walaupun akhirnya Pak Sigit (Kapolri) mengakui, iya ada kekerasan karena itu kembali kepada negosiasi,” kata dia.

Menurut Rocky, justru Mahfud MD yang bersikeras hal itu tidak perlu negosiasi. Inilah yang menurut Rocky terlihat sekali bagaimana negara itu arogan terhadap rakyatnya sendiri. (Arjuna)