WALHI Riau Sebut Penanganan PSN di Rempang Sembrono

Direktur Eksekutif Walhi Riau, Boy Even Sembiring. Foto: AlurNews.com/Arjuna

AlurNews.com – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Riau kembali buka suara terkait polemik agraria di Pulau Rempang, Galang, Kota Batam, Kepulauan Riau. Mereka menilai, penanganan proyek Rempang Eco-City dilakukan terlalu buru-buru dan sembrono.

“Atas nama investasi, rakyat akan digusur dengan sembrono,” kata Direktur Eksekutif Walhi Riau, Boy Even Sembiring, Minggu (8/10/2023).

Boy juga mengatakan, sosialiasi analisis dampak lingkungan (Amdal) proyek itu baru pertama dilakukan beberapa waktu kepada warga yang terdampak.

Baca Juga: Progres Rempang Eco-City, 25 KK Sudah Tempati Hunian Sementara

Padahal menurutnya, baik pasca Undang-undang Cipta Kerja maupun sebelumnya, Amdal merupakan persetujuan lingkungan dalam mengerjakan suatu proyek.

“Ini jadi syarat penerbitan izin berusaha. Seharusnya Amdal ada terlebih dulu, sebelum aktivitasnya ada,” kata dia.

Namun, yang terjadi di lapangan aktivitas lebih dulu ada sebelum amdalnya ada. Salah satunya proses pematokan lahan pada 7 September 2023 lalu, yang berujung bentrok antara warga dengan aparat.

“Diukur tanahnya saja enggak mau, bohong besar kalau Bahlil bilang ada miskomunikasi karena warga merasa mau digusur,” ujar Boy.

Kini setelah Amdal dibahas bersama masyarakat nelayan di Rempang dan pulau sekitarnya, mereka banyak yang menolak. Sebab dinilai akan mengganggu mata pencaharian mereka di masa mendatang.

“Nelayan tetap nolak,” katanya.

Salah seorang nelayan Pulau Mubut, Durman mengatakan, sejak isu pengembangan Rempang Eco-City, mereka baru kali pertama dilibatkan pembahasan analisis dampak lingkungan (Amdal), pada Sabtu (30/9) lalu.

“Selama ini yang diributkan soal darat saja. Sebelumnya kami tidak ada dapat sosialisasi,” ujar dia.

Menurut Dorman, hadirnya proyek ini akan berdampak terhadap wilayah mata pencaharian mereka. Laut akan mengalami kerusakan jika benar nanti akan dibangun pelabuhan.

Ia khawatir, biota laut di kawasan itu punah karena pengerukan yang mungkin nanti terjadi di kawasan itu. Perairan lokasi mereka melaut tersebut dalamnya hanya sekitar lima meter. Jika akan dibangun pelabuhan tentu akan ada pengerukan pasir dan reklamasi.

“Otomatis dampaknya pasti kepada kondisi laut, karang rusak, ikan hilang, udang juga akan hilang,” ujarnya. (Arjuna)