MK Tolak Gugatan PSI untuk Ubah Syarat Usia Calon Presiden dan Wakil Presiden

Gedung Mahkamah Konstitusi. (Foto: istimewa)

AlurNews.com – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materi yang meminta perubahan syarat usia calon presiden dan wakil presiden di dalam UU Pemilu, yang tercantum dalam Pasal 169 huruf q, yaitu minimal berusia 40 tahun. Putusan ini diumumkan oleh Ketua MK Anwar Usman pada Senin (16/10/2023).

Gugatan yang ditolak berasal dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan memiliki nomor perkara 29/PUU-XXI/2023. PSI mengusulkan penurunan syarat usia calon presiden dan wakil presiden menjadi 35 tahun. Demikian disitat dari kumparan.

Salah satu tuntutan dalam gugatan tersebut adalah menyatakan bahwa Pasal 169 huruf q dalam UU RI Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat selama tidak diinterpretasikan sebagai ‘berusia paling rendah 35 tahun’.

Dalam putusan MK, gugatan PSI dan pihak terkait dinyatakan tidak dapat diterima.

Pertimbangan hakim dalam menolak permohonan ini termasuk:

Rentetan Perubahan Syarat Usia: Hakim Konstitusi Arief Hidayat menguraikan sejarah perubahan syarat usia calon presiden dan wakil presiden dalam berbagai undang-undang. Sebelumnya, syarat usia berusia 35 tahun berlaku dalam UU 23/2003 dan UU 42/2008. Baru pada UU Nomor 17 Tahun 2017, syarat usia dinaikkan menjadi 40 tahun. PSI menganggap perubahan ini bertentangan dengan niat awal UUD 1945, sehingga MK memeriksa kembali perdebatan niat awal tersebut. Hasilnya, mayoritas pihak dalam perdebatan niat awal setuju bahwa usia 40 tahun lebih matang dalam hal kepemimpinan, fisik, dan pemikiran.

Kewenangan Pembentuk Undang-Undang: Hakim Konstitusi Saldi Isra menekankan bahwa masalah usia adalah kewenangan pembentuk undang-undang. Jika norma Pasal 169 huruf q diubah untuk mengakomodasi moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang mungkin timbul dari diskriminasi terhadap orang Indonesia di bawah 40 tahun, maka hal yang sama akan berlaku jika usia diubah menjadi 35 tahun. Ini dapat dianggap sebagai bentuk pelanggaran moral, ketidakadilan, dan diskriminasi terhadap warga negara di bawah usia tertentu, terutama bagi mereka yang telah memiliki hak untuk memilih.

Dengan demikian, MK menyimpulkan bahwa penentuan usia minimal calon presiden dan wakil presiden adalah ranah pembentuk undang-undang. (red)