AlurNews.com- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kepri, telah menetapkan UMP di 2024 mendatang. Hal itu termaktub dalam Surat Keputusan (SK) Gubenur No 1282 Tahun 2023, tanggal 21 November 2023.
Gubernur Kepri Ansar Ahmad mengambil keputusan untuk menetapkan kenaikan UMP tahun 2024 dengan nilai kenaikan sebesar Rp 123.298 dari UMP 2023 yang berjumlah Rp 3.279.194. Besaran upah minimum itu naik 3,76 persen saja menjadi Rp 3.402.492.
Kalangan buruh tampaknya tak puas dengan hasil penetapan UMP Kepri itu. Kritikan dilayangkan oleh Ketua FSPMI Batam, Yapet Ramon, yang menyebut bahwa besaran UMP tak dapat diterima kaum pekerja.
Baca Juga: Sah! UMP Kepri 2024 Rp3.402.492
“Upah Minimum Provinsi (UMP) yang ditetapkan pemerintah, dengan mengacu pada PP 51/2023, yang nilainya 3,76 persen belum bisa kami terima, artinya kita menolak hal itu,” katanya, Rabu (22/11/2023).
Menurut dia, Kepri harusnya dapat nilai atau jumlah UMP yang sepadan. Serikat buruh telah mengkaji berapa besar pendapatan dan pengeluaran. Layaknya, UMP Kepri 2024 lebih dari Rp 3,7 juta.
Disparitas upah antara kabupaten/kota se-Kepri sangat signifikan. Kata Ramon, upah saat ini di Batam Rp 4,5 juta, sedangkan di Tanjungpinang Rp 3,2 juta.
Ia mempertanyakan bagaimana caranya menaikan daya beli buruh sehingga berpengaruh kepada pertumbuhan ekonomi daerah jika upah hanya naik 3.76 persen. Ditambah lagi harga bahan pangan pokok yang kian melambung.
“Belum berbicara upah berkeadilan; di pasar ada minyak goreng curah dan ada minyak goreng premium, apakah buruh tidak boleh menikmati minyak goreng premium? Jika upah hanya 3,76 persen, sanggupkah buruh membeli minyak goreng premium? Lalu ada sisa nggak upah buruh yang diterima setiap bulan untuk menabung?” tanya dia.
Ramon yang juga aktivis buruh di Batam itu melanjutkan, bahwa pada sidang paripurna agustus 2023 lalu, pemerintah melalui presiden menyampaikan gaji ASN, TNI/Polri naik 8 persen per 1 Januari 2024 dan pensiunan naik 12 persen, sedang upah buruh naik di bawah 4 persen.
Maknanya, keadilan upah yang setara maupun sepadan tak pernah didapat oleh para pekerja di Indonesia.
“Dalam PP 51, perhitungan upah menggunakan variable inflasi, pertumbuhan ekonomi dan index alfa. Inflasi dan pertumbuhan ekonomi berdasarkan data BPS yaitu yoy (year on year) September 2023 terhadap September 2022, artinya di bulan Oktober, November dan Desember 2023 menghadapi Nataru tidak terhitung, buruh nombok,” ujarnya. (Arjuna)