Oleh: Hayuningtyas Aneswari
(Pemerhati Pendidikan, MA Global Development, The University of Leeds)
Kurikulum Merdeka yang berasal dari program Merdeka belajar memiliki tujuan untuk memberi kebebasan dan otonomi kepada Lembaga Pendidikan untuk bebas dari birokratisasi yang berbelit serta kebebasan memilih bidang yang disukai (Ahmad, 2020).
Merdeka Belajar beranjak dari Pidato Menteri Nadiem Makarimpada tahun 2020 yang menyebutkan dukungannya kepada mahasiswa untuk menguaasai berbagai keilmuan yang mereka sukai sesuai bidangnya dan kebutuhannya dalam memasuki dunia kerja.
Selama implementasinya setelah beberapa tahun program Merdeka belajar di tingkat perguruan tinggi, prosesnya harus sudah mampu terlihat apakah berbasis pada mahasiswa (student centered learning) atau justru masih sama seperti sebelumnya.
Program ini memang memberikan tantangan, namun dengan kebebasan harusnya kapasitas dan kapabilitas mahasiswa menjadi mahasiswa yang kreatif, inovatif hingga siap memasuki dunia kerja denga napa yang memang mereka pahami dan sukai.
Ada empat pokok kebijakan dalam menunjang tercapainya program mereka belajar di tingkat perguruan tinggi, pertama, dibukanya program studi baru misalnya dengan bekerja sama dengan mitra Perusahaan, organisasi nirlaba dan lain-lain.
Kedua, sistem akreditasi untuk kemudahan tiap perguruan tinggi untuk mengajukan akreditasi atau re-akreditasi tanpa menunggu lima tahun setelah akreditasi BAN-PT, ketiga, diberlakukannya perguruan tinggi berbadan hukum untuk memudahkan pengajuan permohonan menjadi PTN BH tanpa Batasan waktu.
Kemudian terakhir keempat, diberikan hak belajar tiga semester di luatr program studi mahasiswa, yang terakhir ini sangat penting untuk memberikan kesempatan bagi siswa agar memberikan independensi bagi mahasiswa karena selama tiga semester tersebut mahasiswa bisa belajar praktik kerja/magang, pertukaran pelajar, proyek pengembangan desa hingga wirausaha (Jurnal of Education Research, 2023).

















