Vonis Bebas Roma Nasir Hutabarat Dipertanyakan, Korban Siap Lanjutkan Perjuangan Hukum

Korban kasus penipuan Direktur Batam Riau Bertuah, Roma Nasir Hutabarat mendatangi PN Batam. (Foto: AlurNews)

AlurNews.com – Terdakwa di kasus penipuan dan penggelapan yang menjerat Direktur PT Batam Riau Bertuah (BRB), Roma Nasir Hutabarat, divonis bebas dari segala tuntutan hukum atau onslag. Alhasil, para korban mempertanyakan putusan hakim.

Roma Nasir didakwa membuat perjanjian perikatan jual beli (PPJB) dengan nilai Rp300 juta. Hal itu tidak sesuai atas apa yang ditandatangani oleh para konsumen Ruko Bida Trade Center (BTC).

Dalam sidang putusan yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Batam, pada 13 Mei lalu, sempat terjadi kericuhan. Korban tidak menerima vonis bebas Roma Nasir.

Sehari setelahnya, Selasa (14/5/2024), korban mendatangi PN Batam, untuk mengadukan keluhan ke hakim. Mediator para korban, Petra, mengatakan akan melakukan upaya hukum, bahwa sudah jelas dakwaan yang disampaikan jaksa unsur pidananya sudah terpenuhi.

“Semua unsur sudah dibuktikan melalui saksi dan alat-alat bukti, termasuk juga saksi ahli. Di sini juga sudah dibuktikan, bagi kami ada pakem yang dilanggar majelis hakim,” katanya.

Terhadap amar putusan tersebut, secara subjek akan dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY), atas dasar kejanggalan putusan atau dissenting opinion.

Korban bermohon ke Kejari Batam agar menerbitkan memori kasasi untuk kebutuhan Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Agung.

“Langkah ketiga kami akan bersurat ke inspektorat KPK atas kejanggalan kemarin,” katanya.

PN Batam, diwakili oleh Humas Welly Indrianto menerima segala bentuk keluhan dari korban di kasus PT BRB itu. Termasuk aduan tentang pasal terhadap terdakwa, keadaan ruang sidang, dan suara hakim yang tidak terdengar saat membacakan putusan terhadap Roma Nasir. Semua itu akan menjadi bahan evaluasi oleh pihak pengadilan.

“Keluhan yang bersifat mengenai putusan kemarin bahwa itu dissenting opinion, tidak diputus dengan suara bulat, ini diatur dalam undang-undang. Kemudian yang bersifat menduga kami tidak bisa berkomentar, karena yang menilai adil tidak adil, benar tidak benar, itu harus melalui putusan juga, yakni putusan pengadilan yang lebih tinggi,” terangnya. (Arjuna)