Suku Laut di Batam Memprihatinkan, IMA Desak Pemerintah Beri Perhatian

suku laut di batam
Ketua Inisiasi Masyarakat Adat (IMA), Nukila Evanty saat berkunjung ke suku laut di Batam. Foto: Istimewa

AlurNews.com – Ketua Inisiasi Masyarakat Adat (IMA), Nukila Evanty, menemukan kondisi suku laut di Kota Batam, Kepulauan Riau dalam keadaan memprihatinkan, baik secara ekonomi, sosial dan budaya.

Kondisi itu ditemukan Nukila Evanty dalam menjalankan program fellow pada International Indigenous Women’s Forum (FIMI) selama dua hari pada tanggal 16-17 Mei 2024 di Batam. Setidaknya terdapat dua kampung suku laut yang menjadi lokasi penelitian yaitu di Suku Laut Air Mas, Pulau Tanjung Sauh, Nongsa, dan Suku Laut Pulau Dare, Belakangpadang.

IMA meminta pemerintah daerah maupun pusat untuk turun memperhatikan kondisi masyarakat adat asli tanah Melayu tersebut.

Baca Juga: Suku Rempang Kian Terasing, Menteri Risma: Saya Akan Lihat dari Sisi Sosialnya

“Saya berkesempatan untuk melakukan riset dan sekaligus advokasi pada perempuan suku laut yang berada di Kepulauan Riau. Tujuan penelitian atau riset ini menyasar pengambil kebijakan dalam hal ini pemerintah memahami tantangan yang dialami suku laut tersebut terutama perempuan dan anak-anak serta melakukan intervensi program untuk membantu suku Laut tersebut,” kata Nukila.

Kondisi yang ditemukan di lapangan, kata Nukila, suku laut di kota industri ini bisa dikatakan tidak diperhatikan. “Kami melihat kondisi mereka begitu miris dan menyedikan, terutama bagi perempuan dan anak-anak suku laut,” katanya.

Untuk itu, IMA meminta pemerintah baik daerah maupun pusat untuk mendirikan sekolah SD, SMP, SMA yang lebih dekat dari lokasi suku laut; atau pemerintah memperhatikan secara khusus agar anak-anak suku laut bisa sekolah seperti masyarakat kota lainnya.

IMA meminta pemerintah untuk memberikan pengakuan atas suku laut sebagai masyarakat adat yang berhak diakui budaya, bahasa dan lingkungan hidupnya dengan cara diantaranya memberikan sertifikat kepemilikan tanah dengan metode jemput bola; melibatkan suku laut dalam proses-proses pengambilan kebijakan termasuk perempuan suku laut untuk memetakan kebutuhan hidup mereka dan anak-anaknya.

IMA juga meminta pemerintah untuk memastikan bisnis-bisnis di Kepri patuh pada UNGPs (United Nations Guiding Principle on Business and Human Rights) yaitu panduan berbisnis yang menghormati HAM, memastikan bahwa harus ada analisa dampak sosial, ekonomi dan lingkungan bagi masyarakat yang terkena dari suatu proyek pembangunan.

“Pemerintah harus mengedepankan kebijakan yang sensitive gender dan memiliki data berbasis gender sehingga dapat diketahui intervensi untuk perempuan-perempuan di suku laut,” ujarnya. (Arjuna)