AlurNews.com – Warga dari 16 titik kampung tua di Pulau Rempang, menggelar tabur bunga dan doa bersama di Jembatan IV Barelang Batam, Sabtu (7/9/2024).
Kegiatan ini merupakan peringatan satu tahun, tragedi yang terjadi antara tim terpadu dengan warga yang menolak Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco-City.
Sebelum pelaksanaan dimulai, ratusan warga memulai dengan pawai dari area masing-masing kampung. Rombongan pawai yang kemudian bersatu di Simpang Sembulang Hulu, kemudian melanjutkan perjalanan menuju Jembatan IV Barelang yang menjadi pintu masuk Pulau Rempang.
Pada kegiatan ini Miswadi salah satu warga Kampung Sembulang Hulu, mengingat hari dimana sejumlah rekannya harus merasa pedihnya gas air mata, yang ditembak oleh petugas Kepolisian.
Setahun lalu, Miswadi (57) dan warga Kampung lain mengaku merasa sakit hati terhadap Pemerintah, yang menggunakan tim terpadu bersenjata gas air mata, untuk menghadapi masyarakat yang menolak masuknya tim terpadu ke Pulau Rempang.
“Setahun lalu, tim terpadu berusaha masuk ke Pulau Rempang. Tujuannya meminta warga kampung untuk meninggalkan kediamannya. Kami yang menolak saat itu, diserang dengan gas air mata dan peluru karet,” ujar Miswadi ditemui di Jembatan IV Barelang sesaat setelah prosesi tabur bunga dan doa bersama selesai, Sabtu (7/9/2024) sore.
Setahun sejak saat itu, Miswadi dengan warga kampungnya masih berpendirian teguh, dan menolak rencana PSN Rempang Eco-City.
“Sudah setahun akan tetap menolak direlokasi. Inilah bukti jangan terlalu menganggap remeh bangsa Melayu. Selagi masalah ini tidak terselesaikan, kami akan tetap berjuang mempertahankan tanah nenek moyang kami,” tegasnya.
Berbeda dengan Miswadi, Nenek Siti Hawa (70) kemudian mengingat bagaimana anaknya diseret oleh petugas kepolisian, saat menolak tim terpadu yang memaksa masuk ke Pulau Rempang, paska melepaskan tembakan gas air mata.
Sebanyak 8 pemuda asli Pulau Rempang, diamankan petugas kepolisian kala itu. Siti Hawa juga menambahkan tidak hanya warga, pedihnya gas air mata juga dirasakan oleh siswa/siswi dari SDN 24 dan SMP Negeri 22.
Tindakan agresif yang ditunjukkan aparat kala itu, bahkan membuat siswa/siswi beramai-ramai melarikan diri menuju bukit yang berada di belakang sekolah.
“Sangat zalim dan tidak pernah nenek bayangkan, kami tidak lupa 8 anak kami diseret seperti binatang. Anak sekolah berhamburan, hingga lari ke bukit. Banyak yang tidak bersalah ditangkap saat itu,” ujarnya.
Terpisah, Kapolsek Galang, Iptu Alex Yasral menjelaskan memfasilitasi kegiatan yang dilakukan oleh warga di Jembatan IV Barelang. Salah satunya dengan mengerahkan petugas, dalam mengarahkan kendaraan yang melintas agar tidak menganggu aktivitas warga.
Dalam kegiatan ini, sebanyak 25 personel kepolisian berseragam dikerahkan untuk membantu pengamanan kegiatan.
“Dari Polsek ada 15, dari Polres ada bantuan 10 personil. Untuk melancarkan aksi, kami mengatur lalu lintas dan menutup satu ruas Jembatan yang digunakan warga untuk berdoa bersama,” paparnya. (Nando)