Pemilik Lahan dan Pengembang Terkesan Abai, Warga Central Hills Kesulitan Membangun Masjid

central hills
Perwakilan warga Perumahan Central Hills Batam Center saat mempertanyakan mengenai status lahan fasum dan fasos di Dinas Perkim Kota Batam. Foto: AlurNews.com

AlurNews.com, Batam – Warga perumahan Central Hills Batam Center, Batam, Kepulauan Riau kesulitan membangun masjid, setelah pihak pemilik lahan dan pengembang terkesan abai memenuhi kebutuhan fasilitas umum (fasum), dan fasilitas sosial (fasos).

Hingga kini, warga menilai pihak pemilik lahan PT Menteng Griya Lestari (MGL) bersama pihak pengembang Central Group maupun pemerintah setempat kurang memberikan perhatian terhadap kebutuhan dasar warga untuk menjalankan ibadah.

Ketua Pembangunan Masjid Perumahan Central Hills, Harianto mengatakan bahwa pemilik lahan dan pengembang juga terkesan memberi informasi palsu kepada para pemilik unit, terutama mengenai luasan pembangunan perumahan Central Hills.

“Dari informasi promosi, perumahan disebut memiliki lahan seluas 55 hektare. Namun realisasinya dari informasi yang saya dapat, lahan yang dimiliki PT Menteng Griya Lestari selaku pemilik lahan baru bisa digunakan 24,9 hektare tanpa adanya titik fasum yang dapat digunakan sebagai pembangunan tempat ibadah,” jelasnya, Selasa (28/1/2025).

Awal kesulitan warga ini, bermula dari pengajuan permohonan hibah lahan seluas 5.000 meter persegi. Namun hingga saat ini perihal pengajuan lahan bagi masjid ini, tidak kunjung terealisasi.

“Kami sudah mengajukan permohonan hibah lahan seluas 5.000 meter persegi. Agar lahan itu segera di hibahkan dari pemilik lahan ke pemko Batam untuk masjid. Namun hingga sekarang belum ada kejelasan. Padahal, kebutuhan tempat ibadah untuk sekitar 1.000 kepala keluarga (KK) di kawasan ini sangat mendesak,” jelasnya.

Dalam aturan pengembangan perumahan, baik pengembang dan pemilik lahan yakni PT Menteng Griya Lestari (MGL), diwajibkan menyediakan 30-40 persen dari total luas lahan untuk fasum dan fasos. Dimana di dalamnya pihak pengembang maupun pemilik lahan wajib membangun tempat ibadah sesuai diatur dalam undang-undang nomor 1 tahun 2011.

Namun, hingga kini titik lokasi fasos ataupun fasum yang seharusnya disediakan oleh pengembang bersama PT Menteng Griya Lestari masih menjadi tanda tanya. Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) dinilai belum memberikan respons memuaskan.

“Seharusnya Perkimtan sudah tahu titik fasum dan fasos, tetapi hingga rapat terakhir pun mereka hanya bertanya tanpa memberikan kejelasan. Permasalahan ini terus berlarut-larut tanpa solusi konkret,” paparnya.

Harianto juga mengungkapkan bahwa PT Menteng Griya Lestari terkesan menolak pembangunan masjid di kawasan Central Hills. Padahal pemilik lahan seharusnya memiliki kewajiban yang sama dengan perusahaan pengembang yakni Central Group.

Bahkan, warga mencatat bahwa dalam proyek-proyek pengembangan sebelumnya, rata-rata tidak tersedia masjid atau musala yang memadai. Mereka memilih untuk mengalihkan fasum ke kepentingan komersial.

“Seharusnya, pemilik lahan, pengembang dan pemerintah sudah memikirkan kebutuhan lokasi ibadah sejak awal perencanaan, bukan justru mengalihkan fasum untuk kepentingan komersial seperti tempat kuliner,” tegasnya.

Warga juga mempertanyakan peran Badan Pengusahaan (BP) Batam dalam mengawasi rencana tata ruang di kawasan tersebut. Menurut mereka, BP Batam seharusnya memastikan lokasi untuk tempat ibadah telah dialokasikan sebelum mengeluarkan izin perumahan.

“Ada fatwa planologi yang dikeluarkan BP Batam. Disitulah peran BP Batam. Karena pasti pihak pengembang atau pemilik lahan menyertakan site plan, nah, disitu BP Batam seharusnya tidak mengeluarkan Fatwa Planologi ketika tidak ada fasum fasos untuk tempat ibadah. Adalah kalau di hitung, jumlah fasum fasos nya belum memenuhi ketentuan yang ada. Tetapi sayangnya mereka tidak memastikan. Dugaan saya BP Batam pun main mata dengan PT MGL dan Central Group,” katanya.

Ia berharap, dalam masa kepemimpinan Amsakar-Li Claudia, persoalan yang sama tidak terulang dan dapat di perbaiki.

“Baik BP Batam, Perkimtan dan Citpa Karya seakan tidak singkron. Merekalah yang seharusnya jadi garda terdepan untuk memastikan fasum dan fasos ini ada. Baik taman bermain anak, tempat ibadah dan lainnya. Bukan malah kami warga yang malah disibukkan meminta lahan hibah untuk masjid. Lalu lahan itu untuk pemerintah. Kan aneh!,” sambung pria yang biasa disapa Daeng.

Selain itu, warga juga mengeluhkan mangkraknya pengembangan tahap kedua lahan perumahan yang sudah terbengkalai sejak 2021. Ketidakjelasan pengelolaan ini menambah panjang daftar masalah yang harus dihadapi warga Perumahan Central Hills.

“Mana peraturan BP Batam itu. Mana ketegasan BP. Bukannya kalau 2 tahun tidak terbangun. BP Batam bisa tarik lahan itu? Apa karena ada sesuatu dan takut sama yang punya lahan?,” katanya.

Harianto menegaskan bahwa jika dinas terkait tidak segera memberikan jawaban atas permohonan lahan fasum untuk masjid, warga akan membawa masalah ini ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Batam untuk dilakukan hearing dan menyurati Kementerian terkait.

“Kami sudah menunggu lebih dari tiga minggu sejak rapat terakhir dengan Perkimtan Batam, tetapi belum ada jawaban. Jika tidak ada kejelasan, kami akan melibatkan DPRD Batam agar masalah ini bisa segera diselesaikan,” tegasnya.

Bagi warga Perumahan Central Hills, kehadiran masjid bukan hanya kebutuhan spiritual, tetapi juga menjadi pusat aktivitas sosial dan kebersamaan warga.

Mereka berharap pihak pemilik lahan, pengembang dan pemerintah segera menuntaskan permasalahan fasum dan fasos, sehingga pembangunan masjid dapat segera direalisasikan.

“Seharusnya bukan kami yang terus mendorong pembangunan ini. Pemerintah, pemilik lahan dan pengembang punya tanggung jawab untuk menyediakan fasilitas ibadah bagi masyarakat. Kami hanya menuntut hak yang memang sudah seharusnya diberikan,” jelasnya.(Nando)