Awasi WP Nakal, Bapenda Batam Andalkan Surat Tagihan Pajak Daerah

Sekretaris Bapenda Kota Batam, M Aidil Sahalo. (Foto: AlurNews)

AlurNews.com – Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Batam mengawasi 3000 wajib pajak (WP) di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Terdiri dari 1.300 wajib pajak dari sektor restoran, kafe, dan rumah makan.

Selain itu, terdapat sekitar 400 hotel dan 30 tempat hiburan. Dan masih banyak yang lainnya.

“Totalnya hampir mencapai 3.000 wajib pajak yang harus diawasi,” Sekretaris Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Batam, M Aidil Sahalo, Senin (24/2/2025).

Dengan jumlah yang begitu banyak, Bapenda mengaku tidak memiliki cukup tenaga untuk melakukan pemeriksaan satu per satu terhadap wajib pajak yang telat atau tidak membayar pajak. Dengan demikian, pihaknya mengandalkan sistem Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD) untuk menandai pelanggar.

“Kalau sampai tanggal 10 belum bayar, kami tandai. Kalau sampai tanggal 15 belum melapor, akan dikenakan denda. Setelah itu kami kirimkan surat peringatan kepada mereka,” kata Aidil.

Ia melanjutkan selama ini banyak pengusaha hotel dan restoran di Kota Batam diduga mengakali angka pendapatan dan pembayaran pajak mereka. Pemerintah Kota (Pemko) setempat pun kelabakan.

Ia menyebut, sistem self-assessment dalam penentuan pajak membuat pengawasan menjadi sulit.

“Piutang di sektor hotel dan restoran berbeda dengan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan). Kalau PBB itu official assessment, pemerintah yang menetapkan. Sedangkan pajak hotel dan restoran ditentukan oleh pengusaha sendiri,” ujarnya

Ia menjelaskan, sistem self-assessment memungkinkan pengusaha menetapkan sendiri besaran pajak yang harus dibayarkan. Misalnya, jika restoran memiliki pendapatan Rp100 juta per bulan, maka pajak yang harus dibayar adalah 10 persen, atau Rp10 juta. Akan tetapi, karena tidak ada laporan resmi yang diaudit setiap saat, angka ini bisa saja dimanipulasi.

“Bisa saja ada yang melaporkan omzet lebih kecil dari yang sebenarnya. Misalnya seharusnya bayar Rp10 juta, tapi dia (pengusaha) hanya bayar Rp5 juta. Apakah orang tahu? Tidak, sebelum itu dilakukan pemeriksaan,” katanya.

Oleh karena itu, pihaknya sering kali harus menerka-nerka jumlah riil pajak yang harus dibayarkan oleh pelaku usaha. Bapenda Batam harus melakukan pemeriksaan terlebih dahulu sebelum bisa menetapkan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD).

Sementara itu, untuk PBB, sistem official-assesment yang digunakan lebih transparan. Sebab nilai pajak ditetapkan langsung oleh pemerintah berdasarkan luas dan lokasi properti.

Hal ini membuat proses penghitungan lebih pasti dibandingkan pajak hotel dan restoran.

Menurutnya, ada beberapa pola pembayaran pajak yang dilakukan wajib pajak. Ada yang membayar setiap bulan sesuai aturan, ada pula yang memilih membayar per tahun. Namun, ada juga yang selalu menunggak dan baru membayar setiap enam bulan sekali.

Bapenda Batam akan melakukan pencacahan terhadap wajib pajak yang menunggak hingga enam bulan. Jika ditemukan pelanggaran, mereka akan dipanggil untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.

Salah satu kendala utama dalam pengawasan ini adalah keterbatasan jumlah pegawai Bapenda Batam.

“Kami hanya memiliki beberapa pegawai, tidak mungkin setiap bulan memeriksa ribuan hotel dan restoran yang tidak membayar pajak,” katanya.

Walaupun begitu, pihaknya tetap berupaya menekan angka penunggakan pajak dengan melakukan pemeriksaan berkala. Langkah ini juga didukung oleh hasil audit bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang membantu dalam menghitung piutang pajak di sektor ini.

Aidil juga mengungkapkan, hanya usaha berbasis franchise yang hampir selalu membayar pajak tepat waktu. “Franchise biasanya lebih tertib karena mereka memiliki sistem keuangan yang lebih terstruktur dan diaudit secara berkala,” ujarnya.

Ia mengimbau pengusaha hotel dan restoran untuk lebih disiplin dalam membayar pajak. Selain untuk menghindari denda, kepatuhan pajak juga berdampak langsung pada pendapatan daerah yang digunakan untuk pembangunan kota. (rul)