AlurNews.com – Puluhan warga RT 03 dan RT 10 di RW 16 Baloi Kolam mendesak pihak kepolisian segera menangkap pelaku perusakan rumah warga yang terjadi pada Jumat (18/4/2025) lalu.
Berdasarkan data yang diterima, para terlapor diketahui masih merupakan tetangga korban yang tinggal di permukiman liar Baloi Kolam.
Ketua RW 16 Baloi Kolam, Sahat Tampubolon, membenarkan hal tersebut saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Minggu (20/4/2025) siang.
Sahat menjelaskan bahwa rumah-rumah yang dirusak adalah milik warga yang telah menerima ganti rugi dan relokasi dari PT Alfinky selaku pemilik lahan. Sementara, para terduga pelaku adalah kelompok warga yang menolak kompensasi tersebut.
“Pelaku perusakan warga yang menolak, sementara kami adalah bagian yang menerima karena lahan ini bukan punya kami,” ujarnya.
Sebelum perusakan terjadi, konflik antarwarga sudah mulai muncul sejak 4 April. Kala itu, sekelompok orang memutus aliran listrik ke rumah-rumah yang telah menyetujui kompensasi.
Peristiwa perusakan akhirnya dilaporkan ke Polresta Barelang pada Jumat (18/4/2025) dini hari. Para korban meminta perlindungan hukum karena para pelaku disebut masih berkeliaran bebas.
“Kami minta perlindungan hukum. Kami ingin pelaku ditangkap. Sudah melapor, tapi sampai sekarang masih bebas berkeliaran,” jelasnya.
Sementara itu, salah satu warga terdampak mengungkapkan bahwa intimidasi terhadap warga penerima kompensasi dilakukan oleh kelompok yang menamakan diri Forum Baloi Kolam Bersatu (FBKB). Aksi-aksi intimidatif yang dilakukan kelompok ini dinilai anarkis dan memperkeruh suasana di lingkungan.
“Kehidupan bertetangga yang sebelumnya rukun kini berubah jadi penuh kecurigaan. Warga jadi terpecah,” ujar Bikner Hutagaol, salah satu warga terdampak.
Bikner menambahkan, dampak terberat dirasakan anak-anak. Ketika pemutusan listrik dilakukan secara paksa, banyak anak ketakutan dan merasa tidak aman di rumah sendiri.
“Anak-anak trauma, mereka sulit tidur, belajar pun terganggu. Ini luka yang tidak terlihat, tapi sangat terasa,” katanya.
Situasi makin memburuk karena belum ada kejelasan tindak lanjut dari pihak kepolisian, meskipun warga mengaku sudah empat kali melaporkan kasus ini ke Polresta Barelang. Minimnya respons membuat warga merasa diabaikan.
Warga lainnya, Manogar, menyampaikan bahwa keberadaan FBKB yang awalnya menjadi simbol perjuangan, kini justru menjadi sumber ketegangan.
“Forum yang dulunya menyatukan, kini malah memecah. Ini menyedihkan,” katanya.
Ketegangan sosial juga dirasakan Koperasi Perjuangan Rakyat (KOPERA), penyedia listrik resmi di kawasan tersebut. Ketua koperasi, Naek Sianturi, menyayangkan pemutusan listrik dilakukan tanpa koordinasi, yang akhirnya memicu konflik antara pengelola dan warga.
“Banyak warga mulai saling tuduh. Ada yang merasa dikhianati, ada yang merasa dilindungi. Suasana sudah tidak sehat,” jelasnya.
Secara terpisah, Kapolresta Barelang, Kombes Zaenal Arifin, membenarkan adanya laporan dari warga Baloi Kolam. Ia menegaskan bahwa pihaknya sedang melakukan penyelidikan.
Zaenal juga memastikan bahwa pihak kepolisian akan bertindak adil terhadap siapa pun yang terlibat dalam tindak kejahatan.
“Laporan sudah kami proses dan segera akan kita panggil orang-orang yang terlibat dalam peristiwa itu,” ujarnya. (nando)