AlurNews.com – Warga Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau akhirnya bertemu dengan Komisi IV DPR RI, Senin (28/4/2025) untuk menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait penolakan atas Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco-City.
Hadir bersama Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang, warga mengemukakan sejumlah persoalan yang muncul atas rencana PSN Rempang Eco City di depan Wakil Ketua Komisi VI, Nurdin Khalid yang memimpin RDP.
Warga menyebut, rencana PSN Rempang Eco-City mendatangkan akibat nyata bagi masyarakat Pulau Rempang, di antaranya warga mengalami intimidasi, kekerasan, dan kriminalisasi.
“Warga tidak lagi tenang ketika melaut dan berkebun, yang berujung pada berkurangnya penghasilan mereka. Alat tangkap warga rusak dan kebun mereka terbengkalai, karena terbagi fokus menjaga kampung dari ancaman penggusuran,” jelas Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang, Edy K Wahid melalui sambungan telepon, Senin (28/4/2025).
Dalam pertemuan itu, tim advokasi juga menyebut dampak lain PSN Rempang, yang memunculkan konflik sosial di tengah masyarakat, terganggunya layanan umum, dan mulai ada kerusakan lingkungan yang terjadi di sekitar Pulau Rempang.
Terkait kriminalisasi warga, sebanyak delapan warga sebelumnya ditangkap dan dijadikan tersangka dalam kerusuhan di Pulau Rempang, tepatnya di Kampung Tanjung Kertang pada 7 September 2023.
Kemudian, ada 43 warga yang ditangkap dalam aksi demonstrasi berujung kerusuhan di depan kantor BP Batam pada 11 September 2023.
“Dari 43 warga tersebut, 35 di antaranya ditetapkan menjadi tersangka dan diputus bersalah oleh pengadilan,” jelasnya.
Terbaru, warga mendapat intimidasi dari petugas keamanan PT Makmur Elok Graha (MEG), yang terjadi pada 18 September 2024 lalu di kawasan Giba, Kampung Sei Buluh, Kelurahan Sembulang.
Dalam peristiwa itu, tiga warga mengalami luka-luka, salah satunya adalah wanita lanjut usia (lansia) yang mengalami patah tangan.
Kemudian penyerangan yang dilakukan puluhan petugas PT MEG di tiga pos warga di Kampung Sembulang Hulu dan Sungai Buluh di Pulau Rempang pada 17 Desember 2024 malam.
“Akibat penyerangan tersebut, delapan warga mengalami luka dan harus mendapatkan perawatan, satu di antaranya mengalami luka berat dan harus menjalani perawatan di rumah sakit,” jelasnya.
Melalui tim kuasa hukum, warga juga mengadukan Badan Pengusahaan (BP) Batam yang tidak transparan atas data-data yang dikeluarkan. Utamanya data terkait warga di lima kampung yang telah menerima relokasi.
Warga Rempang meyakini data tersebut tidak akurat, karena berbeda jauh dengan data yang mereka himpun. Warga menyayangkan sikap BP Batam, tidak hanya kepada masyarakat Pulau Rempang, namun juga pada lembaga negara semacam Ombudsman Republik Indonesia.
“Tidak hanya sekali, Ombudsman RI bahkan telah berulang meminta BP Batam memberikan data detail warga yang telah menerima relokasi ini,” jelasnya.
Menangapi aduan masyarakat Pulau Rempang ini, anggota Komisi VI DPR RI, Rieke Diah Pitaloka Intan Purnama Sari menegaskan bahwa PSN Rempang Eco-City telah dicabut status PSN nya sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 tahun 2025.
Rieke juga mendesak Jaksa Agung untuk mengusut pihak-pihak yang terlibat terkait adanya potensi korupsi di proyek Rempang Eco City. Ia juga mendorong dilakukan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada BP Batam yang selama ini memainkan peran penting di sana.
“Warga tidak mungkin datang ke sini, kalau mereka tidak putus asa. Insyaallah tidak ada yang tidak bisa. Saya dukung pemerintah untuk evaluasi PSN Rempang Eco City, apalagi sudah tidak PSN. Tidak ada satu agama pun mengijinkan tanah masyarakat dirampas,” jelasnya dalam rekaman video yang diterima dari tim advokasi, Senin (28/4/2025) sore.
Terkait dengan aduan soal adanya intimidasi, pihaknya berharap keadilan yang seadil-adilnya untuk masyarakat. Ia mendesak agar segala bentuk kekerasanan, intimidasi, kriminalisasi bagi masyarakat Pulau Rempang dan masyarakat di manapun berada dihentikan.
Terpisah, Wakil Ketua Komisi VI, Nurdin Khalid mengatakan pihaknya sudah membentuk Panitia Kerja (Panja) terkait persoalan lahan di Batam.
Pada prosesnya, tim akan segera turun ke lapangan, termasuk datang langsung ke Pulau Rempang pada 15 sampai 17 Mei 2025 mendatang. (nando)