
AlurNews.com – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Batam menyoroti masih maraknya penggunaan diksi yang tidak sensitif gender dalam pemberitaan media massa.
Hal ini mencuat dalam diskusi internal bertajuk “Bagaimana Liputan Berperspektif Adil Gender?” yang digelar secara daring, Rabu (21/5/2025) malam.
Diskusi yang diikuti para anggota AJI Batam ini menghadirkan Ketua Bidang Gender, Anak, dan Kelompok Marjinal AJI Indonesia, Shinta Maharani, sebagai pemateri. Ia mengkritisi media yang masih kerap menggunakan istilah seperti “digagahi” atau “digilir” dalam laporan kekerasan seksual.
Menurutnya, budaya patriarki saat ini masih kental, terutama di Indonesia. Budaya ini memandang laki-laki sebagai pihak yang dominan dan perempuan pihak yang lemah.
“Jurnalis harus memiliki pemahaman ini dulu sebagai pedoman sebelum menulis berita-berita yang terkait isu gender,” jelas Shinta, yang juga jurnalis Tempo di Yogyakarta.
Menurut Shinta, diksi yang tidak tepat tak hanya memperkuat stereotip negatif terhadap korban, tapi juga mencederai nilai-nilai keadilan dan melanggar Kode Etik Jurnalistik. Ia menegaskan bahwa jurnalis harus peka dan berpihak pada korban dalam peliputan kasus kekerasan berbasis gender.
Temuan AJI Indonesia menunjukkan bahwa banyak produk jurnalistik masih mengandung opini yang menghakimi dan diskriminatif terhadap perempuan.
Kekeliruan paling sering terjadi dalam pemberitaan kekerasan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga. Hasil riset Direktur SEJUK Ahmad Junaidi pada 2017–2018 juga memperkuat temuan itu, dengan menunjukkan lemahnya verifikasi, ketimpangan narasi, hingga minimnya ruang bagi suara kelompok marjinal dalam berita-berita terkait isu keberagaman.
“Berita-berita yang diskriminatif terhadap korban kekerasan, atau perempuan pada umumnya, tidak mematuhi Kode Etik Jurnalistik. Maka dari itu, sangat penting bagi jurnalis untuk berpegang teguh pada Kode Etik Jurnalistik yang tertuang dalam Undang-undang No. 40/1999 tentang Pers, dalam melakukan peliputan,” tegas Shinta.
Selain soal diksi, diskusi juga menekankan pentingnya memilih narasumber yang tepat, menjaga empati dan kerahasiaan korban, serta memperluas jejaring dengan lembaga yang fokus pada isu perempuan dan minoritas.
Ketua AJI Batam Yogi Eka Sahputra mengatakan AJI Batam menggelar diskusi ini sebagai bagian dari komitmen untuk meningkatkan kapasitas jurnalis dalam menghasilkan pemberitaan yang adil dan tidak bias gender.
“Ke depan, AJI Batam berencana membuka forum serupa untuk kalangan jurnalis dan publik yang peduli pada isu ini,” ujarnya. (red)