
AlurNews.com, Batam – Penasihat hukum dari tersangka LY, yang sebelumnya menjabat Direktur PT Bias Delta Pratama (BDP). Menyebut klien nya korban kelalaian manajemen perusahaan dalam kasus dugaan korupsi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di lingkungan Badan Pengusahaan (BP) Batam.
Penasihat hukum, Utusan Sarumaha, mengatakan bahwa kliennya tidak memiliki peran dalam pengambilan keputusan keuangan maupun kegiatan pemanduan kapal. Menurutnya, seluruh kebijakan perusahaan telah berjalan sejak sebelum Lisa menjabat sebagai direktur pada 2016.
“LY bukan pemegang saham. Beliau hanya diangkat sebagai direktur oleh para pemegang saham. Keputusan keuangan dan kegiatan pemanduan sudah berlangsung sejak direksi sebelumnya pada 2014-2015,” ujar Utusan di Batam Center, Kamis (23/10/2025).
Utusan menilai penetapan tersangka terhadap Lisa tidak adil karena perusahaan tidak patuh terhadap hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Ia menyebut, pembayaran kerugian negara baru dilakukan setelah Lisa ditetapkan sebagai tersangka.
“Kami sangat menyayangkan sikap PT Bias yang tidak melaksanakan pembayaran sesuai audit BPKP sejak awal. Kalau perusahaan patuh, kasus ini tidak akan sejauh ini,” katanya.
Ia menambahkan, LY tidak pernah menerima keuntungan pribadi dari kegiatan pemanduan kapal, karena seluruh pendapatan masuk ke rekening perusahaan.
Selama menjabat, LY disebut hanya menangani kegiatan lay-up atau perbaikan kapal, bukan pemanduan kapal yang menjadi pokok perkara.
Utusan Sarumaha berharap proses hukum berjalan objektif dan mempertimbangkan fakta bahwa Lisa tidak menikmati hasil dari kegiatan tersebut.
“Beliau hanya menjalankan jabatan formal dan tidak pernah menerima keuntungan. Klien kami sangat terpukul secara psikologis karena harus bertanggung jawab atas hal yang tidak ia lakukan,” jelasnya.
Sebelumnya, kasus dugaan korupsi PNBP di BP Batam kembali memasuki tahap dua pada Rabu (23/10/2025). Dua tersangka, termasuk Lisa Yulia, diserahkan penyidik Kejati Kepri beserta barang bukti ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Batam.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Batam, Priandi Firdaus, mengatakan satu tersangka lain, Suyono, mantan Kepala Seksi Pemanduan dan Penundaan Kapal BP Batam periode 2012–2016 belum dapat diserahkan karena masih menjalani perawatan medis.
Sementara itu, Kepala Seksi Penuntutan Kejati Kepri, Aji Satrio Prakoso, menyebut beberapa perusahaan pelayaran yang terlibat telah mengembalikan kerugian negara sekitar Rp4,5 miliar dalam bentuk dolar Amerika. Namun, pengembalian tersebut tidak menghapus tindak pidana.
“Uang dikembalikan setelah tahap penyidikan, tetapi proses hukum tetap berjalan,” ujar Aji.
Berdasarkan hasil audit BPKP tertanggal 17 September 2024, penyimpangan PNBP terjadi sepanjang 2015–2021. Sejumlah perusahaan, termasuk PT Bias Delta Pratama, tidak menyetorkan kewajiban PNBP secara penuh kepada BP Batam, menimbulkan kerugian negara sebesar USD 272.497 atau sekitar Rp4,55 miliar.
Asisten Pidana Khusus Kejati Kepri, Mukharom, mengatakan kegiatan pemanduan kapal yang dilakukan PT Bias bersama BP Batam tidak memiliki dasar hukum yang sah.
Dalam kasus ini, penyidik telah memeriksa 27 saksi dan empat ahli. Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Kegiatan dilakukan tanpa perjanjian resmi, padahal kewajiban setoran PNBP tetap berjalan,” ujarnya.
















