AlurNews.com – Korban pemerasan dengan modus penggerebekan dengan mengaku anggota Badan Narkotika Nasional (BNN), Budianto Jauhari, resmi melaporkan tindakan tersebut ke pihak Bid Propam Polda Kepri, dan Datasemen Polisi Militer 1/16 Batam.
Kuasa hukum korban, Dedi Kresyanto Tampubolon menjelaskan pelaporan tersebut, dilakukan setelah pihaknya menemukan informasi bahwa para pelaku yang berjumlah 8 orang (sebelumnya disebut 6 orang-red). Diduga merupakan anggota TNI AD dan Ditresnarkoba Polda Kepulauan Riau.
“Kedatangan kami ke Denpom dan Bidpropam adalah untuk melaporkan diduga oknum aparat yang melakukan pemerasan terhadap klien saya pada tanggal 16 Oktober 2025 silam. Mereka melakukan penggerebekan dan mengancam korban dengan senjata api,” ujarnya ditemui sesaat setelah melapor ke Denpom 1/16 Batam, Senin (3/11/2025) sore.
Laporan yang dilayangkan disebur terkait dengan pasal 368 dan 369 junto pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yaitu pemerasan dengan ancaman kekerasan.
Kepada sejumlah awak media, Dedi menyebut laporan ini berawal dari upaya kliennya dalam mencari informasi terkait para oknum aparat yang mengaku sebagai anggota BNN. Hasilnya, diketahui tujuh orang merupakan anggota TNI AD dan satu orang perwira di Polda Kepri.
“Setelah peristiwa, salah satu karyawan klien saya mengenali salah satu pelaku yang diduga oknum TNI. Dari sana penelusuran siapa mereka kemudian dilakukan oleh klien saya dengan didampingi saya selaku kuasa hukum,” jelasnya.
Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun adapun para pelaku yang diduga berasal dari satuan TNI dengan diantaranya berinisial Serka Js, Serda Ri, Pratu Re, Pratu Ah, Pratu Ri, Pratu Ji dan Prada Mg. Adapun satu pelaku lain diduga merupakan personil Ditresnarkoba Polda Kepri berinisial Iptu TS.
Dalam kronologi laporan nya, korban yang saat itu tengah bersantai dengan teman-temannya, tiba-tiba digrebek oleh para pelaku dengan menggunakan senjata api. Korban dan saksi yang berada di lokasi, kemudian langsung diminta tiarap dan dilakukan pemborgolan oleh pelaku.
Dalam kondisi tertekan dan di bawah ancaman senjata, korban diminta menyerahkan uang sebesar Rp1 miliar. Namun korban hanya dapat memberikan uang sebesar Rp300 juta yang didapatkan dari pinjaman kepada abang ipar korban.
“Dilakukan transfer dua kali malam itu, pertama Rp200 juta dan kedua Rp100 juta. Semua bukti sudah dilampirkan dalam laporan hari ini. Untuk saksi, bahkan abang ipar korban sudah datang dari Tangerang,” sebutnya.
Terpisah, Kapendam XIX/Tuanku Tambusai, Letkol Inf Muhammad Faisal Rangkuti, mengaku telah mendapatkan informasi terkait peristiwa tersebut. Ia menyebut bahwa kasus itu kini tengah diproses oleh pihak Polisi Militer.
“Beritanya sudah kami baca, saat ini Pomdam sedang menyelidiki perkara tersebut,” ujarnya singkat melalui sambungan telepon. (nando)

















