
AlurNews.com – Kasus kematian Dwi Putri Aprilian Dini (25), gadis asal Lampung yang melamar kerja menjadi Ladies Companion (LC) di Batam masih menjadi buah bibir, Dwi Putri diketahui telah tewas saat diantarkan salah satu pelaku penyiksaannya ke RS Santa Elisabeth Sei Lekop, Sagulung, Sabtu (29/11/2025) pukul 00.30 WIB dini hari.
Dibalik kisahnya yang mengenaskan, ternyata kematian itu berawal dari proses ritual penglaris yang dilakukan agensi milik tersangka. Korban mengalami penyekapan dan penyiksaan selama 3 hari nonstop. Ia disekap di mess pekerja agensi tersebut di Perumahan Jodoh Permai Blok D No 28, Sungai Jodoh, Batu Ampar.
“Sebelum disekap dan mendapat penyiksaan oleh para pelaku, korban yang baru bergabung dengan agensi diminta mengikuti ritual,” jelas Kapolsek Batu Ampar, Kompol Amru Abdullah melalui sambungan telepon, Selasa (2/12/2025) sore.
Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan kepolisian, korban yang telah tinggal di Batam kurang lebih dua tahun belakangan diketahui mendaftar ke agensi MK yang dimiliki oleh tersangka Wilson Lukman alias Koko (28).
Nantinya para anak didik agensi ini akan disalurkan menjadi LC di beberapa Tempat Hiburan Malam (THM) di Kota Batam, Kepulauan Riau. Selain menangkap Wilson sebagai pelaku utama, kepolisian juga mengamankan Anik Istiqomah alias Melika alias Mami (36) yang merupakan pacar Wilson, Putri Angelina alias Papi Tama (23) koordinator LC dan Salmiati alias Papi Charles (25) koordinator LC.
“Jadi korban ini dengan kesadaran sendiri mendaftar ke agensi tersangka. Korban mencari pekerjaan untuk bertahan di Batam. Namun korban belum resmi menjadi LC dari agensi ini. Masih menjadi calon yang wajib mengikuti ritual, biar laris manis kalau keterangan para tersangka,” jelasnya.
Mengenai ritual yang dimaksud, selain diwajibkan untuk mengonsumsi alkohol secara berlebihan. Para anak didik baru di agensi ini juga mengikuti ritual mistik yang dilakukan oleh tersangka Anik Istiqomah alias Melika alias Mami.
Dalam prosesnya, tersangka Anik kemudian menyadari bahwa korban tidak bersungguh-sungguh dalam mengikuti ritual tersebut. Hal ini diketahui dari upaya yang dilakukan oleh tersangka Anik terhadap korban.
“Salah satu tersangka sempat meletakkan benda panas ke kaki korban. Namun korban bereaksi yang membuat tersangka geram. Selain itu, dari ritual awal untuk konsumsi alkohol, korban juga diketahui tidak mengonsumsi alkohol yang disediakan para tersangka,” ujarnya.
Sebelum disekap oleh para tersangka, penganiayaan pertama dilakukan Wilson, Selasa (25/11/2025) lalu. Setelah itu korban diikat oleh ketiga tersangka lain, dan dipindahkan ke sebuah ruangan khusus.
Sejak hari itu hingga, Jumat (28/11/2025) korban mengalami beragam bentuk penyiksaan dari para tersangka. Mulai dari menendang dada, leher, dan kepala, memukul menggunakan sapu lidi dan kayu, menyemprot air ke tubuh korban yang telah ditelanjangi, serta menyemprot air langsung ke hidung korban selama dua jam saat mulut korban dilakban.
Dalam pemeriksaan yang telah dilakukan, kepolisian juga mendapati fakta bahwa penyiksaan yang diinisiasi oleh tersangka Wilson. Juga disebabkan oleh satu video yang dibuat oleh tersangka Anik. Dalam video ini, tersangka Anik terekam tengah dicekik oleh korban.
“Terkait video itu, dibuat oleh tersangka karena korban membantah beberapa perintah yang diminta Anik dan dua tersangka lain yang menjadi koordinator LC,” ujarnya.
Setelah mengalami penyiksaan berat, tubuh korban tak bergerak lagi pada Jumat 28 November 2025, sekitar pukul 13.00 WIB. Karena panik, Wilson kemudian menyuruh Anik untuk menghubungi seorang bidan.
Dari hasil pemeriksaan bidan, korban disebutkan telah meninggal dunia dan disarankan untuk membawanya ke rumah sakit. Kendati demikian, Wilson masih menyuruh tersangka Putri Angelina serta Salmiati untuk membeli tabung oksigen, dan kemudian dipasangkan ke mulut korban.
Tidak hanya itu, Wilson juga memerintahkan Salmiati melepas 9 CCTV di rumah yang merekam seluruh kejadian.
“Wilson kemudian menelepon dokter kenalannya. Tapi dia tidak menyampaikan cerita sebenarnya. Dokter itu kemudian menyarankan agar membawa korban ke rumah sakit,” jelasnya
Dalam upaya menghilangkan jejaknya, Wilson bersama tiga tersangka lain membawa jenazah korban yang sudah mulai mengalami pembusukan ke RS Elizabeth di Kecamatan Sagulung.
Amru mengatakan para tersangka awalnya mengaku tidak mengenal korban kepada pihak rumah sakit dan menyebutnya sebagai Mr X.
“Tersangka juga ingin mencari ustaz dengan maksud untuk menguburkan sendiri jenazah korban,” sambung Amru.
Karena merasa janggal, seorang petugas keamanan RS Elizabeth kemudian melapor ke Polsek Sagulung. Pihak kepolisan yang melakukan penyelidikan akhirnya mengungkap kasus tersebut dan menangkap para pelaku.
Atas tindakannya, Wilson disangkakan melanggar Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana Jo 338 KUHP tentang pembunuhan biasa dengan ancaman hukuman mati dan atau seumur hidup.
Sementara tiga tersangka lain disangkakan Pasal 340 KUHP Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 huruf e atau 338 KUHP Jo Pasal 55 ayat 1 huruf e dengan ancaman hukuman mati dan atau seumur hidup. (nando)

















