Polisi Diminta Usut Dugaan TPPO dalam Kasus Kematian Dwi Putri

TPPO Kasus Dwi Putri
Ketua Komisi Keadilan dan Perdamaian Pastoral Migran dan Perantau (KKPPMP), Chrisanctus Paschalis Saturnus. Foto: Facebook/RD Paschal

AlurNews.com – Kasus kematian Dwi Putri Aprilian Dini (25) gadis asal Lampung, yang disiksa selama 3 hari oleh empat orang pelaku meninggalkan dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), yang harus segera diungkap oleh Kepolisian.

Ketua Komisi Keadilan dan Perdamaian Pastoral Migran dan Perantau (KKPPMP), Chrisanctus Paschalis Saturnus atau yang kerap disapa Romo Paschal menyebut kasus tersebut tak hanya tentang penganiayaan saja.

Hal ini menyusul terungkapnya permintaan uang dari para tersangka, tidak hanya kepada korban namun juga kepada seluruh anak didik yang berada di bawah naungan agensi milik tersangka Wilson.

“Ada unsur TPPO nya juga, selain unsur penganiayaan yang menyebabkan kematian bagi korban. Kepolisian harus menyelidiki perihal tersebut, karena korban bergabung ke agensi untuk mencari pekerjaan walau nantinya harus menjalani profesi LC (Ladies Companion/pemandu lagu),” jelasnya melalui sambungan telepon, Jumat (5/12/2025).

Romo yang juga salah satu pemuka agama Katolik di Kepri ini, turut mempertanyakan penanganan kasus yang saat ini masih berada di tingkat Polsek Batu Ampar. Ia menilai kasus dengan bobot dan perhatian publik sebesar ini seharusnya dapat ditarik ke tingkat Polresta Barelang atau bahkan Polda Kepri.

“Menurut saya, Polresta itu yang harus menangani. Karena kasus ini cukup viral dan menyita perhatian publik,” katanya.

Romo Paschal berharap seluruh pelaku yang terlibat telah ditangkap dan proses hukum dapat berjalan secara transparan tanpa intervensi apa pun.

“Saya pribadi akan mendampingi dan mengawal kasus ini. Termasuk orang yang merekrut korban bagaimana modusnya dan lainnya harus disampaikan ke publik,” ujarnya.

Dikonfirmasi terpisah, Kanit Reskrim Polsek Batu Ampar, Iptu M Brata Ul Usna membenarkan adanya permintaan uang dari para tersangka bagi korban, apabila beniat meninggalkan agensi setelah mendaftar.

Namun demikian, pihaknya mengaku masih melakukan pendalaman terhadap pernyataan tersebut. Nantinya pihak Kepolisian juga akan meminta keterangan dari saksi lain yang merupakan anggota dari agensi milik tersangka.

“Benar ada permintaann uang, namun hal ini masih harus melalui pendalaman kembali. Kami masih melakukan penyelidikan terkait dugaan TPPO,” ungkapnya melalui sambungan telepon.

Dalam kasus ini, pihaknya menyebut bahwa korban mendaftar secara sukarela untuk bergabung menjadi anak didik di agensi milik tersangka Wilson Lukman alias Koko (28).

Dalam perjalanannya, korban kemudian bertemu dengan tiga tersangka lain yakni Anik Istiqomah alias Melika alias Mami (36) yang merupakan pacar Wilson, Putri Angelina alias Papi Tama (23) koordinator LC dan Salmiati alias Papi Charles (25) koordinator LC.

“Korban ini awalnya mendaftar untuk mencari kerja. Tapi setelah bergabung korban diwajibkan menjalani ritual, yang mana hal itu menjadi pintu bagi para tersangka untuk melakukan penyiksaan dan penyekapan hingga korban meninggal dunia,” jelasnya.

Hal senada juga diungkapkan Kasubdit IV Ditreskrimum Polda Kepri, AKBP Andyka Aer yang membenarkan adanya indikasi tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dalam kasus kekerasan terhadap korban.

Namun, ia menyebut penanganan utama perkara tersebut berada di tingkat Polres, sementara pihaknya di Polda hanya memberikan asistensi.

“Dugaan TPPO ada, tapi kita mengasistensi ke Polsek dan Polresta. Kemarin Polres yang mau menangani dugaan TPPO-nya,” ujar AKBP Andyka Aer saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon.

Andyka menjelaskan dalam kasus tersebut, pembuktian unsur TPPO menjadi lebih berat karena korban meninggal dunia sehingga tidak bisa menggali keterangan secara utuh. Meski demikian, pihak kepolisian tetap melihat adanya rangkaian indikasi yang perlu didalami.

Selain korban, Polda Kepri juga mengungkap adanya delapan korban yang dijadikan LC oleh para pelaku dan diduga mengalami pola eksploitasi yang mengarah pada TPPO. Menurut Andyka, para korban tersebut mengaku terlibat dalam praktik jeratan utang dan pemotongan gaji yang tidak wajar.

“Indikasinya ada. Mereka mengalami jeratan utang, potongan gaji, dan ada juga kekerasan yang dilakukan pelaku, termasuk pemukulan,” ujarnya. (nando)