TANJUNGPINANG,AlurNews.com – Terkait Pembahasan Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) di Kepri yang akan menggabungkan empat wilayah yakni Batam, Bintan, Tanjungpinang dan Karimun, menuai pro-kontra. Berbagai pihak telah melontarkan pendapatnya.
Bahkan, pada 13 Januari 2021 yang lalu, giliran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) yang ikut bersuara melalui surat resmi yang dikirimkan langsung kepada Joko Widodo, selaku Presiden Republik Indonesia (RI).
Dalam surat yang ditandatangani langsung oleh Ketua DPRD Provinsi Kepri, Jumaga Nadeak, SH itu. DPRD Provinsi Kepri memiliki beberapa poin tanggapan dan saran pentingnya terkait RPP tentang Kawasan Perdagangan Bebas
dan Pelabuhan Bebas, Batam, Bintan, Karimun dan Tanjungpinang.
“Berdasarkan kajian terhadap peraturan perundang-undangan dan dengan memperhatikan aspirasi yang kami terima baik dari masyarakat, pelaku usaha, tokoh politik, tokoh-tokoh pemerhati bidang ekonomi, hukum dan sosial, serta mempertimbangkan kondisi yang terjadi saat ini, maka ijinkan kami menyampaikan hal-hal sebagai berikut:
- Pada prinsipnya DPRD Provinsi Kepulauan Riau menyambut baik dan mendukung penataan pengelolaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas melalui Rancangan Peraturan
Pemerintah. DPRD Provinsi Kepulauan Riau juga mendukung rencana integrasi pengelolaan Kawasan FTZ dibawah satu Dewan Kawasan FTZ. DPRD Provinsi Kepulauan Riau juga mengharapkan integrasi Kawasan FTZ tersebut tidak hanya di tataran pengawasaan oleh Dewan Kawasan FTZ saja, namun juga dalam hal pengintegrasian Badan Pengusahaan (BP) Kawasan dengan hanya satu BP Kawasan saja untuk Kawasan FTZ Batam, Bintan, Karimun, dan Tanjungpinang (BBKT). - DPRD Provinsi Kepulauan Riau perlu menyampaikan bahwa histori dan tata kelola Kawasan FTZ Bintan, Karimun dan Tanjungpinang berbeda dengan histori Kawasan FTZ Batam. Dimana terdapat persoalan adanya konflik kepentingan dan kelembagaan antara Badan Pengusahaan Batam dengan Pemerintah Kota Batam terutama dalam hal pengelolaan lahan/pertanahan di Batam. Di Kawasan FTZ lain tidak terdapat konflik dengan pemerintah daerah karena FTZ-nya bersifat sebagian (enclave), tidak menyeluruh seperti FTZ Batam. Dalam FTZ Batam Pemerintahan Kota Batam berada dalam wilayah kawasan pengelolaan Badan Pengusahaan Batam. Sehingga memunculkan konflik kepentingan terutama dalam hal pengelolaan dan pengusahaan lahan di Batam. DPRD Provinsi Kepulauan Riau berpendapatn bahwa persoalan keberadaan, status, kelembagaan, dan hubungan kerja antara Pemerintah Kota Batam dengan Badan Pengusahaan (BP) Batam agar dapat diselesaikan secara tuntas.
- Dengan dibentuknya BP Kawasan FTZ Batam, Bintan, Karimun, Tanjungpinang (BBKT) maka konsekuensinya jabatan Kepala Badan Pengusahaan (BP) BBKT tidak memungkinkan berstatus ex-officio baik oleh Walikota maupun Bupati dalam wilayah BBKT. Sehingga status Walikota Batam yang saat ini secara ex-officio
adalah juga merupakan Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam
berdasarkan PP 62 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam tidak bisa dipertahankan lagi. - DPRD Provinsi Kepulauan Riau berpandangan bahwa untuk Hak Pengelolaan Lahan (HPL) pemukiman/masyarakat yang selama ini dikuasai oleh BP Batam sebaiknya dicabut dan diserahkan kewenangannya kepada Pemerintah Kota Batam. Sementara Badan Pengusahaan Kawasan FTZ tetap melakukan pengelolaan terhadap lahan yang peruntukannya untuk kawasan industri, pelabuhan, bandara dan beberapa aset vital lainnya yang berkaitan dengan investasi. Dengan demikian pelaksanaan otonomi daerah di Batam bisa berjalan sesuai dengan apa yang diatur dalam UU Nomor 32
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. - Selanjutnya DPRD Provinsi Kepulauan Riau mengharapkan dalam penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dan juga pembahasan pengintegrasian serta penyusunan struktur BP Kawasan FTZ BBKT supaya mengikutsertakan DPRD Provinsi Kepulauan Riau sebagai representasi masyarakat Provinsi Kepulauan Riau.
- DPRD Provinsi Kepulauan Riau berharap dan memohon agar kiranya Bapak Presiden dapat menunda penetapan Rancangan Peraturan Pemerintah menjadi Peraturan Pemerintah tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, sebelum
terlebih dahulu menyelesaikan secara tuntas persoalan status, kelembagaan, hubungan kerja antara BP Batam dan Pemerintah Kota Batam.
Pendapat dan saran dari DPRD Provinsi Kepri yang ditujukan kepada Presiden RI itu juga diterima oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Dewan Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dan Gubernur Kepulauan Riau.
(Dms)