Jabatan Ex-officio, Menurut Kajian Pakar UGM: Tak Disarankan

Surat
Surat DPRD Provinsi Kepri ke Presiden RI Joko Widodo (ft. AlurNews.com).

BATAM, AlurNews.com – Surat dari Ketua DPRD Kepri, Jumaga Nadeak kepada Presiden yang meminta agar kebijakan rangkap jabatan ex-officio Kepala BP Batam dan Wali Kota Batam ditinjau ulang, memantik respon luas di Kepri.

Ketua Fraksi Golkar DPRD Kepri, Teddy Jun Askara misalnya mengatakan bahwa surat dari DPRD Provinsi Kepri yang di tandatangani Ketua DPRD Provinsi Kepri sangat berdasarkan fakta-fakta di lapangan mulai dari pantauan investasi dan loncatan ekonomi yang justru mundur.

“Surat tersebut hasil dari mendengarkan aspirasi para pelaku usaha, yang mana seluruh Assosiasi dan Himpunan pengusaha bahkan sudah lebih dahulu menyurati Presiden R.I secara tegas menolak jabatan ex Officio Kepala BP Batam, ini pendapat para pengusaha clear bukan karna kepentingan partai tertentu, maka saya atas nama Ketua Fraksi Partai Golkar Prov Kepri mendukung penuh bahkan akan mengawal aspirasi tersebut sampai goal,” tegasnya.

Kalangan pengusaha di Kepri menilai rangkap jabatan ex officio BP Batam ini tak berdampak positif kepada dunia usaha. Mereka khawatir hal ini hanya akan dijadikan kepentingan politis oknum-oknum tertentu.

Demikian juga menurut Wakil Ketua Bidang Pemerintahan Kadin Kepri Tony Siahaan yang menilai sistem pemerintahan Wali Kota Batam ex offico Kepala BP Batam sangat resisten. Terutama terhadap hal-hal yang berbau kepentingan.

Tonny menyarankan, BP Batam seharusnya dipimpin kalangan profesional yang jauh dari kepentingan politik praktis. “Sebaiknya, Kepala BP Batam bukan ex officio dari wali kota Batam,” ujar Tony.

Tentu saja, beda dengan para politisi Nasdem. Politisi Partai NasDem Willy Aditya sebelumnya menyebutkan, penggugat jabatan ex-officio Wali Kota Batam selaku Kepala BP Batam tidak menghargai Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“Ya, gimana tidak, belum lagi dua tahun berjalan, sudah digugat sedemikian rupa. Padahal ini terobosan dari Pak Jokowi di kawasan Batam,” kata Anggota Komisi XI DPR-RI ini dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Rabu, 12 Mei 2021 lalu.

Terlepas pro kontra dalam tataran argumen, pada 2019 lalu, pusat kajian dari Universitas Gadjah Mada (UGM) telah melakukan kajian. Disebutkan penerapan ex-officio justru sebagai blunder.

Kajian UGM

Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik (PSEKP) Universitas Gadjah Mada pada 2019 lalu mengkaji terkait ‘Optimalisasi Perekonomian Batam’. Dalam kajian ini, peneliti UGM tidak menyarankan adanya ex officio BP Batam.

Kajian itu dilakukan oleh tim peneliti yang terdiri dari: BM Purwanto, Ph.D, Prof. Bambang Riyanto L.S., Ph.D, Artidiatun Adji, Ph.D, Gumilang Aryo Sahadewo, Ph.D dan Agustina Merdekawati, S.H., L.L.M.

Mereka didampingi lima asisten yakni Traheka Erdyas Bimanatya, M.Sc, Randi Kurniawan, M.Sc, Dreda Bumi Pamungkas, S.E., Ak, Iqbal Kautsar, S.E dan Salim Fauzanul Ihsani, S.E.

Menurut analisa tim peneliti ini, rangkap jabatan ex-officio tersebut rentan konflik kepentingan.

Kutipan dari kajian tersebut antara lain berbunyi:

Keputusan pemerintah tentang dirangkapnya Kepala BP Batam oleh Walikota Batam sangat mungkin akan menghambat optimalisasi performa ekonomi Batam, karena skema kepemimpinan ini rentan terhadap konflik kepentingan.

Fungsi utama Walikota adalah menyediakan pelayanan masyarakat; dan sejalan dengan pertumbuhan penduduk di Batam mengakibatkan meningkatnya tidak saja kuantitas, tapi juga berkualitas.

Fungsi pelayanan publik mengedepankan kepatuhan dan keteraturan, dan tidak menekankan pada aspek untung-rugi.

Adapun fungsi pengelolaan bisnis dan investasi mengedepankan kreativitas, inovasi, persaingan, kecepatan, dan yang utama untung-rugi menjadi pertimbangan utama. Kedua fungsi ini idealnya dijalankan oleh dua lembaga yang berbeda.

Secara khusus, Pemerintah Kota Batam idealnya menjalankan fungsi pelayanan publik, sedangkan BP Batam menjalankan fungsi pengelolaan bisnis dan investasi
Mengingat perkembangan yang terjadi sejauh ini, kiranya perlu ada alternatif pengelolaan Batam agar nantinya Batam dapat menjadi salah satu kota yang pertumbuhan industrinya menjadi salah satu tumpuan perkembangan ekonomi Indonesia.

Alternatif pengelolaan Batam di masa transisi yang akan mengurangi berbagai dampak negatif dan mampu mendorong perekonomian Batam adalah menjadikan Batam sebagai Area Industri Berorientasi Ekspor (AIBEks).