Ingin Mendapatkan Bantuan Hukum, Nahkoda Kapal SB Cramoil Equity Malah Dijerat Dua Dakwaan

kapal SB Cramoil Equity (ist)

AlurNews.com, BATAM – Nahkoda kapal SB Cramoil Equity hanya bisa mengelus dada saat menjadi terdakwa di Pengadilan Negeri Batam. Sebab keinginan awal untuk mendapat pelindungan dan bantuan hukum karena ketidakjelasaan status sebagai nahkoda dari perusahaan tempatnya bekerja berujung penjara.

Ia di dakwa dengan dua perkara yang berbeda dan berkas terpisah. Dakwaan pertama ia diduga melakukan pelanggaran alur lalu lintas pelayaran di Indonesia, sedangkan dakwaan kedua yakni undang-undang lingkungan hidup.

Kamis (17/2/22) kemarin, pria asal Lampung ini kembali menjalani sidang kedua kalinya secara virtual yang dipimpin majelis hakim Pengadilan Negeri Batam. Agenda sidang yakni keberatan atau eksepsi atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).

Daniel, SH, MH selaku bagian Penasehat Hukum terdakwa mengatakan dalam eksepsi yang disampaikan penasehat hukum terdakwa dari Kantor Advokat A.Rustam Ritonga SH.MH dan Rekan memberikan pelayan hukum gratis (probono) demi access to justice dengan tegas keberataan atas dua dakwaan jaksa terhadap Chomus Palandi.

Alasannya, dakwaan batal demi hukum karena surat dakwaan tidak memenuhi syarat materil sesuai Surat Edaran Jaksa Agung RI Nomor SE-004/J.A/11/1993 tentang Pembuatan Surat Dakwaan (pasal 143 ayat (3) KUHAP). Bahwa menurut pasal 63 ayat (1) ayat (2) KUHP, pasal 64 ayat (1) KUHP. Kedua suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanya salah satu di antara aturan-aturan itu, dan jika berbeda-beda yang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.

“Sesuai SE Kejagung, dakwaan harus menyebutkan dengan benar apa yang mendorong terdakwa melakukan tindak pidana. Karena sebenarnya, terdakwa tidak pernah melakukan tindak pidana seperti yang dimaksud jaksa. Sebab, terdakwa sebagai pekerja hanya mendapat perintah dari perusahaannya bekerja,” kata Daniel.

Menurut dia, sebagai nakhoda SB Cramoil Equity, terdakwa mendapat perintah membawa muatan limbah B3 dari perusahaan pemilik kapal dan pemilik mun limbah B3 yaitu PT Cramoil Singapore LTE LTD dengan tujuan OPL dengan kondisi kapal tidak sesuai peruntukannya dan dokumen kapal yang tidak lengkap.

Dalam perjalanan ke OPL terdakwa melakukan deviasi berhenti di alur laut kepulauan Indonesia dekat perairan Nongsa.

“Saat itu, ia meminta bantuan pegawai KPLP untuk melapor dan mendapat jalan keluar atas permasalahannya dalam menakhodai kapal SB Cramoil Equity yang tidak laik laut. Karena merasa sebagai WNI, dengan dilema yang di hadapi terdakwa berharap di negaranya akan mendapat perlindungan hukum dari instansi yang berwenang (KPLP/KSOP Batam),” tambah dia.

Ditempat yang sama Bakhtiar SH selaku ketua tim penasehat hukum terdakwa meminta perlindungan hukum karena sudah setahun lebih di atas kapal tanpa status yang jelas.

“Karena itu, terdakwa menghubungi kenalannya dan tak lama ia dijemput. Sedangkan kapal berada di alur kepulauan Indonesia,” jelas Bakhtiar.

Adapun keadaan yang memaksa terdakwa devisa berawal tahun 2018 terdakwa bekerja sebagai nakhoda kapal untuk mengantar jemput awak kapal, supplai permakanan, suku cadang, dan lain-lain hanya di dalam perairan Singapura saja.

Namun sejak tahun 2019 terdakwa mendapat perintah tugas tambahan melawan ketentuan yang berlaku sebanyak 2 sampai 5 kali dalam sebulan membawa limbah B3 ke Kapal Tanker di perairan OPL.

“Terdakwa menyadari apabila terus melakukan pekerjaan membawa limbah B3 dan di transfer ke MT Tiger Star di OPL tidak sesuai ketentuan, suatu saat ada kemungkinan cara transfer yang dilakukan dapat menimbulkan pencemaran di laut dan akan di tangkap polisi perairan Malaysia,” katanya lagi.

Sejak tahun 2019 perusahaan pemilik kapal tidak mengurus buku pelaut crew kapal yang sudah expired. Begitu juga dengan kontrak kerja terdakwa

“Terdakwa telah seringkali menyampaikan complain ke perusahaan pemilik kapal, tapi perusahaan tidak pernah menanggapinya, bahkan orang tua terdakwa meninggal dunia pada bulan juni 2021, pinjam uang ke perusahaan pun tidak diberikan. Apalagi sejak adanya wabah Covid-19, terdakwa sama sekali tak dapat izin turun dari kapal. Karena itu terdakwa minta perlindungan hukum ke Indonesia,” tegas Awaludin Harahap kuasa hukum lainnya.

Masih kata Awaludin, terdakwa sudah beberapa kali ingin melarikan diri untuk mengadukan perkara tersebut kepada Kedutaan RI, di Singapura tetapi gagal karena adanya penjagaan di pelabuhan Singapura akibat adanya pembatasan perjalanan sehubungan dengan wabah Covid-19. sehingga setiap crew kapal tidak bisa keluar turun ke darat, maka satu satunya harapan terdakwa untuk bisa berhente bekerja dan bisa memperpanjang dokumen pelaut adalah membuat pengaduan di wilayah
Batam.

“Awalnya pengaduannya ini direspon dengan dijemput langsung saat berada di alur laut. Namun tak berapa lama, ia ditetapkan sebagai tersangka, atas pelanggaran pelayaran dan limbah. Kapalnya yang awalnya di alur laut, tiba-tiba sudah ada di perairan Batuampar. Soal limbah B3 juga masih berada di kapal bukan dibawa keluar kapal atau limbah tersebut bukan keluar dalam pencemaran laut, karena memang mau dipindah ke kap KM Tiger Star di OPL,” jelas Awaludin.

Atas semua kondisi yang dialami Chosmus, penasehat hukum berharap majelis hakim Pengadilan Negeri Batam dapat menerima dan mengabulkan keberatan penasehat hukum terdakwa. Kemudian menyatakan perkara a quo bukan yuridiksi pengadilan negara RI cq PN Batam.

“Menyatakan demi hukum bahwa dakwaan Jaksa tidak menguji ketentuan hukum, sesuai pasal 143 ayat 2. Atau menyatakan surat dakwaan jaksa tidak dapat diterima, ” tegas Awaludin

Atas eksepsi tersebut, JPU meminta waktu satu untuk memberi tanggapan dari eksepsi tersebut. Sidang pun ditunda majelis hakim hingga Kamis depan.

Usai sidang, Kasi Intel Kejari Batam, Wahyu Oktaviandi membenarkan jika ada dua dakwaan atas nama terdakwa Chosmus Palandi. Dua dakwaan itu merupakan atas penyidikan berbeda yakni dari KSOP dan Kementerian Lingkungan Hidup.

“Karena penyidikan terpisah, berkas pun terpisah. Sidang dilanjut minggu depan, tanggapan JPU atas eksepsi,” tegas Wahyu.

Usai sidang, Bakhtiar juga menjelaskan bantuan hukum yang diberikan terhadap Chosmus murni karena rasa kemanusian. Sebab, hampir dua tahun terdakwa bekerja tanpa status yang jelas dan ingin minta perlindungan hukum.

“Ini murni bantuan gratis dari kami, karena kasian dengan kasus yang menjerat terdakwa. Terdakwa ingin mendapat bantuan hukum, namun terntayata dijerat dengan dua tindak pidana yang tidak dilakukannya,” tegas Bakhtiar. (*)

AZ