AlurNews.com – Persoalan tak selesai, sejumlah Karyawan PT Epson mengadu ke Komisi IV DPRD Kota Batam. PT Epson diduga melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak terhadap tujuh karyawannya akibat dugaan pencurian palet.
Awalnya, melibatkan 10 karyawan, namun kemudian fokus beralih ke tujuh orang. Adapun karyawan yang dituduh merasa tidak bersalah dan mereka ditekan untuk mengaku. Perusahaan tidak melaporkan kasus ini ke polisi meskipun terdapat indikasi pencurian yang jelas.
Kasus yang menyoroti praktik PHK sepihak dan pelanggaran prosedur ini kemudian dibawa hingga rapat dengan pendapat di Komisi IV DPRD Kota Batam, pada Selasa (5/11/2024).
Ketua Komisi IV DPRD Kota Batam, Dandis Rajagukguk, mengatakan bahwa kasus ini sudah dimediasi oleh Dinas Tenaga Kerja namun belum ada hasil yang memuaskan.
“Kejadiannya sudah diawali dari Januari awal tahun ini dan ini pun sudah di akhir tahun, habis tahun tidak selesai. Permasalahan ini mereka sudah membuatkan pertemuan-pertemuan dengan di mediasi oleh Dinas Tenaga Kerja dan belum membawakan hasil,” kata Dandis.
Diakuinya bahwa ada perbedaan pendapat antara karyawan dan manajemen yang sulit disatukan.
“Saya pikir memang ada hal yang belum bisa saling diterima antara pekerja dengan pihak manajemen, yang manajemen tidak bisa menyanggupi apa permintaan dari yang dilakukan oleh para karyawan,” kata Dandis.
Ia juga menyorot masih banyak juga karyawan yang menginginkan mereka untuk tidak di-PHK.
“Mereka menginginkan untuk ikut kerjakan kembali ke perusahaan yang manajemen tidak bisa,” kata Dandis.
Terkait tuduhan pencurian, yang menjadi akar permasalahan ini, kasus ini sudah dibawa ke jalur hukum.
“Dan sudah ada laporan polisinya maka kami menyarankan supaya mereka selesaikan dulu di kepolisian, ya biarlah di sana pembuktiannya, siapa yang betul-betul membahas siapa yang salah. Ini tidak di ranah kami, tidak bisa lagi dilarang memilih atau mereka karena sudah menyangkut ke masalah hukum,” kata Dandis.
Dalam RDP tersebut baik dari manajemen, PUK serikat, hingga karyawan yang terlibat diundang.
Pihak manajemen PT Epson, melalui Ricky Syahrul menjelaskan bahwa mereka tidak melaporkan kasus ini ke polisi atas permintaan beberapa pihak yang ingin masalah ini diselesaikan secara kekeluargaan.
“Tujuh orang logistik ini sebelumnya menemui Ibu Tambunan, minta bertemu di kafe. Poin pertemuannya, ‘Bu tolong sampaikan ke manajemen, bu, ini jangan sampai menjadi laporan polisi,” ujar Ricky di dalam RDP.
Setelah itu pada hari berbeda ada pertemuan dengan pekerja, PUK serikat untuk pembahasan lanjutan.
“Seninnya, kami kumpulkan sekaligus, pendapat sama, pernyataan yang sama juga kami dengarkan dari serikat juga, bahwa mohon ini diselesaikan secara kekeluargaan, tidak sampai laporan polisi,” ujarnya.
Ia melanjutkan, para pekerja meminta agar tidak di PHK atas pelanggaran yang dilakukan.
“Mereka mengaku, ‘Kami memang bermasalah,’ mereka memang minta untuk tidak di-PHK,” kata Ricky.
Lanjutnya, hukuman yang diminta pekerja saat itu yakni rotasi-rotasi atau warning letter atau surat peringatan.
Di sisi lain, Syahrizal, salah satu supervisor di PT Epson yang juga terdampak dalam kasus ini, menyatakan sudah mendorong perusahaan untuk melaporkan kasus ini ke polisi sejak awal.
“Sebenarnya untuk pelaporan kepolisian dari awal dipanggil tanggal 6 Februari sudah saya katakan ke pihak perusahaan agar kasus ini cepat selesai, tolong pak lapor aja ke polisi pihak berwenang. Biar jelas ketentuannya salah atau tidak,” ungkap Syahrizal.
Ia yang dituduh terlibat dalam aksi ini, dan ingin kejelasan hukum dan keadilan.
“Dipanggil lagi 16 Februari, diberi skorsing, diminta untuk ngaku kalau melakukan pencurian,” katanya.
Ia juga tampak mempertanyakan keterlibatan dalam aksi ini seperti apa.
“Keterlibatan saya seperti apa, apakah karena daya supervisor di situ? Saya mengecek gudang itu. Jadi kalau saya seperti itu, manager saya gimana pak? Managermu beda, karena managermu di office di atas sedang kamu di gudang,” ucap Syahrizal menjelaskan.
Ia juga mengakui kelalaian dia dalam bekerja pada saat itu, namun hukuman PHK menurutnya terlalu berlebihan.
“Saya diberi skorsing selama lima bulan, lalu tiba-tiba surat PHK datang pada 25 Juli. Jika kelalaian saya sebagai supervisor dianggap fatal, kenapa tidak dilaporkan lebih awal? Dan mengapa PHK yang dijatuhkan,” katanya. (rul)