Seeracraft Ubah Eceng Gondok Jadi Anyaman Bernilai Tinggi, Dilirik Pasar Internasional

Seeracraft eceng gondok
Kepala Disbudpar Batam Ardiwinata saat berkunjung ke workshop Seeracraft di Sagulung beberapa waktu lalu. Foto: Disbudpar Batam.

AlurNews.com — Dari tanaman liar yang kerap dianggap gulma, Seeracraft berhasil menyulap eceng gondok menjadi produk kerajinan bernilai tinggi. UMKM asal Batam, Kepulauan Riau, ini menjadi bukti bahwa kreativitas mampu mengubah limbah menjadi peluang ekonomi yang menjanjikan.

Didirikan oleh Siti Rahma pada tahun 2019, Seeracraft berawal dari keprihatinan terhadap sulitnya mendapatkan bahan baku anyaman di Batam. Ia kemudian melirik potensi eceng gondok yang tumbuh melimpah di perairan setempat, dan menjadikannya bahan utama kerajinan yang ramah lingkungan.

“Batam sebenarnya punya sumber daya alam yang bisa dimanfaatkan tanpa harus bergantung dari luar daerah. Eceng gondok salah satunya,” ujar Siti Rahma, Sabtu (20/9/2025) dikutip dari laman resmi Disbudpar Batam.

Proses pembuatan kerajinan Seeracraft dimulai dari pemanenan dan pengeringan eceng gondok, kemudian dilanjutkan ke tahap penganyaman dan finishing menggunakan pernis agar produk tetap awet dan berkilau.

Dari tangan-tangan terampil tiga pengrajin aktifnya, lahirlah berbagai produk seperti tas, tempat tisu, tikar, hingga pernak-pernik dekoratif yang kini diminati pasar lokal maupun mancanegara.

Berkat konsistensi dan inovasi tersebut, produk Seeracraft telah menembus pasar Singapura dan Malaysia. Selain itu, UMKM ini juga rutin mengikuti pameran ekonomi kreatif di berbagai daerah di Indonesia.

Dukungan datang dari Pemerintah Kota Batam melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar), yang memberikan ruang pamer bagi pelaku ekonomi kreatif lokal di kawasan Turi Beach setiap akhir pekan.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Batam, Ardiwinata, mengapresiasi langkah Seeracraft yang berhasil mengangkat potensi lokal menjadi produk kriya berdaya jual tinggi.

“Seeracraft adalah contoh nyata bagaimana limbah bisa diolah menjadi karya yang bernilai dan berdampak ekonomi. Kerajinan eceng gondok ini masuk dalam salah satu dari 17 subsektor ekonomi kreatif, yaitu subsektor kriya,” ujarnya.

Ardiwinata menegaskan, subsektor ekonomi kreatif kini menjadi perhatian serius Pemerintah Kota Batam dalam membangun identitas kota yang tidak hanya bertumpu pada industri besar, tetapi juga pada kekuatan karya lokal.

“Dengan adanya subsektor kriya, kami ingin Batam dikenal bukan hanya sebagai kota industri, tapi juga kota dengan produk kreatif yang bisa bersaing di pasar internasional,” tambahnya. (red)