Aplikasi Pantunesia, Inovasi Digital untuk Menjaga Tradisi Pantun Melayu

aplikasi pantunesia
Peluncuran aplikasi pantunesia di Tanjungpinang, Rabu (17/12/2025) malam. Foto: Diskominfo Kepri

AlurNews.com – Upaya menjaga tradisi pantun Melayu di era digital di Kepri dilakukan melalui peluncuran aplikasi pantunesia. Sebuah platform berbasis teknologi yang dirancang sebagai ruang belajar, penilaian, dan pelestarian pantun secara autentik.

Aplikasi ini diluncurkan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau di Gedung Dekranasda Provinsi Kepulauan Riau, Jalan Hang Tuah, Tanjungpinang, Rabu (17/12/2025) malam.

Peluncuran Pantunesia dilakukan oleh Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Provinsi Kepulauan Riau, T.S. Arif Fadillah, mewakili Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad, dan dirangkaikan dengan peringatan Hari Pantun Nasional Tingkat Provinsi Kepulauan Riau 2025.

Pantunesia dikembangkan sebagai inovasi digital pelestarian budaya dengan melibatkan para ahli pantun Melayu. Setiap fitur disusun berdasarkan kaidah, struktur, makna, dan filosofi pantun sebagai warisan budaya tak benda.

Penggagas Pantunesia, Dato Yoan S Nugraha, mengatakan aplikasi ini hadir untuk menjawab keterbatasan ruang belajar pantun yang selama ini belum memiliki sistem penilaian berbasis kaidah budaya.

“Pantunesia ini lahir dari kegelisahan kami terhadap keterbatasan sarana penilaian pantun yang berbasis kaidah budaya,” ujar Yoan, dikutip dari laman Pemprov Kepri.

Ia menjelaskan, pengembangan Pantunesia telah melalui beberapa tahap. Pada akhir 2018, konsep awal diwujudkan dalam bentuk kartu pantun fisik. Pengembangan kemudian berlanjut menjadi aplikasi berbasis PowerPoint pada 2022 dengan dukungan Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK). Namun, kedua versi tersebut dinilai belum mampu menjawab kebutuhan evaluasi pantun secara komprehensif.

“Siapa yang menilai pantun itu bagus atau tidak? Tanpa pakar yang mendampingi, tentu sulit memastikan kelayakannya,” katanya.

Pada edisi terbaru, Pantunesia memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) sebagai alat bantu penilaian pantun berdasarkan kaidah pantun Melayu.

“AI ini bukan pembuat pantun, melainkan penilai yang memberikan skor, menunjukkan kekurangan, dan menyarankan perbaikan,” jelas Yoan.

Selain itu, tim Pantunesia juga tengah mengembangkan Large Language Model (LLM) khusus pantun yang diberi nama Pantul atau “Otak Budaya”.

“Otak Budaya ini kami rancang layaknya seorang guru pantun yang sangat berpengalaman,” ungkapnya.

Sementara itu, T.S. Arif Fadillah menyampaikan bahwa Kepulauan Riau memiliki kekayaan Warisan Budaya Takbenda yang terus berkembang. Berdasarkan data 2013 hingga 2025, tercatat 103 Objek Pemajuan Kebudayaan telah disahkan secara nasional, dengan tambahan 14 objek pada 2025.

Ia menegaskan, peluncuran Pantunesia menjadi bagian dari komitmen pemerintah daerah dalam melindungi dan mengembangkan kebudayaan melalui pendekatan inovatif berbasis teknologi.

“Ini bukti bahwa kekayaan budaya Nusantara, khususnya Kepulauan Riau, terus diakui di tingkat nasional maupun internasional,” ujarnya.

Arif juga memberikan apresiasi kepada Tim Pantunesia yang berhasil meraih Juara III tingkat nasional di Kementerian Kebudayaan RI.

“Kami menyampaikan tahniah kepada Tim Pantunesia. Semoga kolaborasi ini terus berlanjut dan memberikan kontribusi nyata bagi keberlanjutan kebudayaan Melayu,” katanya.

Ia berharap Pantunesia dapat mempertemukan pelaku budaya, pelajar, mahasiswa, akademisi, aparatur pemerintah, dan komunitas seni dalam memperkuat ekosistem kebudayaan daerah berbasis digital.

“Kami berharap aplikasi ini dikelola secara terukur dan memberi dampak luas bagi pembangunan daerah berbasis budaya,” ujarnya.

Dalam acara peluncuran itu juga dilakukan penyerahan penghargaan Kebaya Labuh sebagai warisan budaya tak benda UNESCO serta pertunjukan pantun oleh Maestro Pantun Kepulauan Riau, Muhammad Ali atau Tok Alipun. (red)