Ruangan di Gedung ATB Tak Pernah Terisi, Kepala BP Batam Diduga Lakukan Pembohong Publik

BATAM – Pihak PT Adhya Tirta Batam (ATB) membantah pernyataan dari pihak Badan Pengusahaan (BP) Batam, mengenai sikap tidak koorperatif yang ditunjukkan menjelang akhir konsesi pengelolaan air baku Batam, Kepulauan Riau.

Kepala Sekretaris Perusahaan ATB, Maria Jacobus dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Gabungan, yang dilaksanakan di ruang rapat pimpinan DPRD Batam, Jumat (18/9/2020) menerangkan bahwa pihak ATB telah melakukan beberapa upaya, agar pihak BP Batam dapat melakukan upaya di akhir konsesi.

“Salah satu yang kami lakukan adalah penyediaan lantai III di Gedung Adhya. Lantai III ada ruangan yang kami sediakan agar pihak BP Batam dapat melakukan pengelolaan air, sesuai dengan apa yang kami lakukan selama 25 tahun, ”jelas Maria.

Tidak hanya menyediakan tempat, pihak ATB menyediakannya juga akan menyediakan data, dan penjelasan mengenai sistem kerja aplikasi SCADA yang selama ini digunakan.

“Bahkan data yang kemarin itu datang dari BP Batam juga kita sediakan. Namun hingga hari ini, tidak ada mereka yang datang. Sementara, lokasi yang kami maksud sudah disediakan sejak awal tahun, ”terangnya.

Tak hanya Maria Jacobus, Benny Andrianto, presiden ATB juga beberapa waktu lalu mengungkapkan, bahwa tak satupun tenaga ahli dari BP Batam berada di ruangan yang telah disiapkan di gedung ATB.

“Yang perlu kita ketahui juga. Kami sudah siapkan ruangan khusus untuk tenaga ahli BP Batam belajar soal pengelolaan air. Tapi ruangan itu tidak pernah terisi. Tak satupun orang nya datang,” ungkapnya.

Bahkan dalam pelaksanaan RDP Gabungan terkejut, para anggota DPRD Batam mengakui bahwa saat ini telah merasa tertipu atas sikap dari Badan Pengusahaan (BP) Batam mengenai poin pengelolaan air baku Batam.

Hal ini disampaikan oleh Tohap Erikson Pasaribu, Anggota Komisi I DPRD Batam, yang juga menegaskan bahwa saat ini pihak BP Batam telah melakukan pembohongan publik melalui media massa.

“Mereka (BP Batam) telah melakukan pembohongan publik melalui media, karena dalam pertemuan terakhir bersama DPRD mereka tegaskan akan melakukan pengelolaan sendiri setelah konsesi berakhir,” tegasnya.

Merasa kesal dengan tindakan BP Batam, Erikson juga menyampaikan bahwa keterangan yang disampaikan oleh perwakilan oleh BP Batam dalam RDP terdahulu, diduga merupakan instruksi dari pimpinan BP Batam.

“Seluruh BP Batam telah menipu kita. Dari sini kita tahu bahwa memang BP Batam belum profesional dalam mengambil keputusan,” paparnya.

Senada dengan itu, Ketua Riau Corruption Watch (RCW) Kepulauan Riau, Mulkansyah juga menyebut, Muhammad Rudi Ex-officio Kepala BP Batam diduga telah melakukan pembohong publik terkait keinginan nya ingin mengelola air bersih di Batam.

“Ketika ATB habis masa konsesi. Sesuai pernyataan Pak Rudi di media-media cetak, maupun online. BP Batam katanya ingin kelola air bersih sendiri. Nah, kalau sekarang malah PT Moya Indonesia yang mengelola, ini kan namanya pembohong publik. Harus dijelaskan apa alasan BP Batam tidak jadi kelola air sendiri?,” kata dia.

Mulkansyah yang biasa disapa Mulkan juga menyebut, terkait lelang yang dilakukan pihak BP Batam dan munculnya PT Moya Indonesia, diduga kuat adanya kepentingan para pejabat di pusat. Bahkan, Mulkan juga menduga hal itu berkaitan dengan Pilkada Kepri.

“Dugaan saya ada Kepentingan dewa-dewa pusat disana,” ungkap Mulkan.

Sebelumnya, Dilansir dari Batampos.co.id, Kans ATB nyaris nihil untuk mengelola air Batam tahun depan. Pasalnya, Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, Rudi menyatakan bahwa tidak akan ada lagi lelang pengelolaan air setelah kontrak ATB berakhir pada November 2020. Pengelolaan air akan diambil alih oleh BP Batam.

“Pada akhir pengelolaannya November nanti, diambil alih oleh BP batam, tidak ada yang lain-lain lagi. Tak ada lelang-lelang lagi. Apakah nanti 100 persen atau ada hal yang lain, kita belum tahu,” kata Rudi saat menggelar konferensi pers di Gedung Marketing Centre BP Batam, Kamis (23/1/2020) lalu.

Rudi mengungkapkan bahwa BP Batam tidak akan melanjutkan kerja sama dengan ATB yang sudah berlangsung selama 25 tahun pada saat kepemimpinan Edy Putra Irawadi.

“Sebelum saya masuk di BP, sudah ada surat pemutusan kepada ATB. Untuk putus itu kan merupakan kewenangan BP Batam. Pada era Pak Edi sudah putus, dan setelah saya masuk, saya minta petunjuk dulu ke Pak Menko. Saya laporkan dulu kondisinya,” tuturnya.

Pria yang juga menjabat sebagai Walikota Batam ini juga menyatakan bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang sumber daya air menyatakan bahwa khusus untuk pengelolaan air dilakukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan lembaga seperti BP Batam juga bisa mengelola air.

“Karena BP boleh kelola ditambah Deputi IV (Shahril Japarin) pernah kelola air di Jakarta, maka akan bertanggung jawab dalam pengelolaan ini,” ungkapnya.(red)