Spirit Pohon Asam Dalam Kepemimpinan

Oleh: Abdul Majid Jufri (Sekretaris PCNU Bintan)

AlurNews.com – Saat menjadi gubernur di Mesir, Amr bin Ash hendak mendirikan sebuah masjid. Dalam prosesi pembangunan masjid itulah, ada beberapa jengkal tanah milik salah seorang warga yang “ikut terpakai”. Warga tersebut adalah orang yahudi. Merasa tanahnya ikut terpakai, orang Yahudi ini protes pada Amr bin Ash.

Amr bin Ash meminta orang Yahudi tersebut merelakan tanahnya, sebab masjid tersebut toh untuk keperluan umum. Namun orang Yahudi itu tetap tidak terima tanahnya terambil, meskipun hanya beberapa jengkal. Dengan semangat ingin menuntut keadilan, warga Yahudi itu pergi ke Madinah. Dia ingin mengadukan persoalan yang menimpanya pada Amirul mukminin Umar bin Khattab.

Sesampainya di Madinah, si Yahudi itu pun mengadukan kasus yang menimpanya. Serta bagaimana tanggapan Amr bin Ash saat dia meminta perlindungan terhadap haknya sebagai warga Mesir.

Baca Juga : Bobi Anggota DPRD Batam Minta PT Petrus Indonesia Segera Bayar Pesangon 35 Ex Karyawannya

Bca Juga : Lagi, Kapolsek Sagulung Putra Asal Bugis Bone ini Berhasil Ungkap Kasus Curanmor 40 Unit

Umar bin Khattab mengambil sebuah tulang kering. Kemudian di permukaan tulang tersebut, Umar bin Khattab membuat sebuah garis lurus dengan pedangnya. Beliau lalu menyuruh orang Yahudi itu agar tulang yang ada tanda garisnya tersebut diserahkan pada gubernur Mesir, Amr bin Ash. Sebuah pesan simbolis bahwa jadi pemimpin harus adil, lurus terhadap rakyatnya.

Bergetar Amr bin Ash saat menerima pesan tulang bergaris dari Umar bin Khattab. Masjid yang sudah mulai didirikan, oleh Amr bin Ash diperintahkan untuk dirobohkan kembali. Lokasinya terpaksa dipindah agar tidak sampai memakan tanah milik warga yang seorang Yahudi tersebut.

Kisah di atas mengajarkan pada kita pentingnya adil dalam memimpin masyarakat. Semua warga diperlakukan sama dan diayomi oleh seorang pemimpin. Karena pemimpin itu memang harus mengayomi semua golongan. Jika di wilayah yang dipimpinnya ada warga yang secara ideologis tidak sama dengan dirinya, tetap saja harus dijaga hak-haknya. Sebab mereka juga punya hak yang sama untuk diperhatikan atas dasar kewargaan. Bukan atas dasar agama.

Dalam memimpin, sebaiknya kita mengambil spirit pohon asam, jangan menjadi pohon pisang. Sebab meskipun buahnya besar dan terkenal ulet, pohon pisang terkesan egois. Berbeda dengan pohon asam yang meskipun buahnya kecil, tapi pohon asam bisa dijadikan tempat berteduh bagi semua orang. Tanpa memandang atribut maupun status sosial. Spirit pohon asam inilah yang harus dimiliki oleh setiap pemimpin.

Baca Juga : PT Petrus Indonesia Abaikan Putusan MA, Ex Karyawan: Bayar Pesangon Kami

Pilkada serentak tahun 2020 ini sebenarnya mengajak kita untuk menjadi pemilih yang cerdas. Seorang pemilih yang pertimbangan pilihan yang dilakukan berdasarkan kalkulasi yang matang. Setidaknya rasional. Bukan sekedar pilihan berdasarkan “like and dislike” atau yang didasarkan pada uang. Pemimpin yang baik bukanlah pemimpin yang hanya fasih mendalil namun hanya dalam tataran lisan saja. Namun dalam tataran praksis kebijakan-kebijakan yang dia buat jauh sekali dari spirit keadilan.

Tujuan atau goal yang hendak dicapai oleh kebijakan seorang pemimpin adalah kebaikan bersama atau kemaslahatan bagi rakyat yang dipimpinnya. Hal itu sesuai dengan kaidah fiqh “tashorruful imam birroiyyah manuutun bil maslahah”. Kebijakan seorang pemimpin harus dikawal dengan bingkai kemaslahatan rakyat yang dipimpinnya.

(Cnd)