Ketika ayah tirinya meninggal dunia. Secara otomatis, ibunda Wawan harus berjuang hidup mencari nafkah untuk anaknya. Dengan serba keterbatasan ekonomi, Ibunda tercinta akhirnya membuka usaha kedai kopi kecil-kecilan di Tempat Pelelangan Ikan di Wilayah Bulukumba.
Melihat kondisi Ibunda yang berjuang sendiri, Wawan yang seharusnya masih merasakan banyaknya dunia bermain dan fokus kepada sekolah, Wawan malah lebih banyak memilih bekerja membantu Ibunda tercinta.
“Yaa.. saya dan abang saya waktu itu kebanyakan fokus bantu ibu daripada sekolah. Karena kasihan kan. Buat apa kami ada sebagai anak kalau tidak bisa bantu ibu,” kata Wawan.
Wawan rupanya tak seberuntung Abang kandungnya. Wawan yang hanya sekolah hingga kelas tiga SMP tidak tamat. Namun Abang kandungnya berhasil tamat sekolah ke tingkat SMA.
“Karena waktu itu saya juga sudah kepikiran bagaimana cari duit, bantu ibu. Jadi hanya Abang sayalah yang tamatan SMA. Sedangkan saya hanya sampai kelas tiga SMP. Itupun tidak tamat,” ceritanya, Selasa, 27/4/21.
Ketika putus sekolah, sebagai manusia biasa, Wawan tetap memiliki rasa penyesalan. “Nyesal pasti adalah. Tapi waktu itu aku punya pikiran. Tak ada yang sulit ketika kita mau berusaha. Suatu saat aku pasti bisa sekolah lagi,” ceritanya lagi.
Waktu terus berjalan, Wawan kian tumbuh besar. Memasuki tahun 2012, ibunda tercinta kembali mendapatkan pasangan. Ibunda Wawan kembali merajut rumah tangga bersama seorang laki-laki asal Sinjai. Yang bekerja sebagai nelayan di kabupaten Barru.
Kehadiran sosok ayah tiri yang kedua. Wawan kembali merasakan kasih sayang seorang ayah. Walaupun ia masih sangat merindukan sosok ayah kandungnya. Dari pernikahan ibunya bersama ayah tiri kedua, Wawan mendapatkan adik perempuan. Dan hal itu menjadi kebahagian tersendiri baginya.
Disisi lain, berpisah dengan ayah kandungnya, Wawan ketika itu masih berumur 4 tahun. Dan hingga saat ini belum pernah bertemu ataupun berkomunikasi.