Terendah di Sumatera, Kepri Alami Deflasi di Awal Tahun 2023

Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) mengalami penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) mencapai angka 0,24 persen month to month (mtm). (Foto: BI Kepri)

AlurNews.com – Menjalani 2023, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) mengalami penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) mencapai angka 0,24 persen month to month (mtm).

Kepala Perwakilan BI Kepri/Direktur, Suryono menyebutkan, inflasi tersebut lebih rendah dibandingkan Desember 2022 yang mengalami inflasi sebesar 1,10% (mtm). Di sisi lain, IHK Nasional mengalami inflasi sebesar 0,34% (mtm), atau 5,28% (yoy).

“Beberapa faktor penyebab deflasi pada Januari 2023 diantaranya penurunan harga komoditas angkutan udara seiring normalisasi permintaan pasca HBKN akhir tahun. Penurunan harga aneka sayuran seperti bayam, kangkung dan sawi hijau yang disebabkan oleh membaiknya pasokan sayuran dari petani sejalan dengan membaiknya kondisi cuaca,” jelasnya, Sabtu (4/2/2023).

Hal lain yang menjadi faktor disebutkan adalah penurunan harga BBM khususnya BBM non subsidi sejalan dengan penurunan harga migas global.

Secara spasial, Kota Batam dan Kota Tanjungpinang mengalami deflasi masing-masing sebesar 0,26% (mtm) dan 0,11% (mtm).

Dengan demikian, secara year on year /yoy, Inflasi IHK gabungan kota IHK di Provinsi Kepri tercatat sebesar 4,85% (yoy). Capaian inflasi Kepri tersebut berada di posisi ke-10 atau terendah di antara Provinsi di Sumatera namun masih di atas target sasaran inflasi nasional sebesar 3 ± 1% (yoy).

“Sejumlah upaya telah dilakukan oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) untuk mengendalikan inflasi agar tetap rendah dan stabil,” paparnya.

Ia menambahkan, pelaksanaan monitoring ke klaster pangan untuk mengidentifikasi dampak potensi risiko gangguan cuaca saat ini juga telah dilakukan.

Selain itu, koordinasi TPID juga dilakukan secara intensif untuk mendorong pemantau dan pengawasan intensif terhadap kondisi pasokan dan kewajaran harga.

Dalam jangka panjang, TPID akan melanjutkan upaya peningkatan kapasitas produksi lokal melalui penguatan kelembagaan nelayan/petani, perluasan lahan, dan implementasi teknik budidaya yang lebih baik seperti Program Lipat Ganda dan penerapan integrated farming untuk menekan biaya produksi.

“Selain itu, pemasaran bahan pangan secara online yang diintegrasikan dengan pembayaran secara digital (QRIS) terus didorong untuk efisiensi rantai distribusi,” ujarnya.

Memasuki bulan Februari 2023, risiko tekanan inflasi diperkirakan sedikit meningkat. Namun, terdapat beberapa risiko inflasi yang perlu diwaspadai, antara lain potensi peningkatan curah hujan dan dampak musim angin utara yang masih berpotensi mendorong kenaikan harga komoditas bahan pangan terutama komoditas cabai, sayur, dan ikan

Pencabutan aturan PPKM yang mendorong kenaikan mobilitas dan permintaan jasa angkutan, serta dampak penyesuaian harga rokok sejalan dengan kenaikan cukai tembakau dan rokok elektrik.

“Sehubungan dengan hal tersebut, TPID di Kepri akan terus memperkuat koordinasi dengan Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) yang dilakukan dengan melaksanakan pertemuan mingguan guna mengantisipasi kenaikan inflasi ke depan,” ungkapnya.

Upaya pengendalian inflasi pada tahun ini juga akan dilakukan melalui perluasan dan penguatan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) yang telah dimulai pada tahun lalu.

Sebagaimana diketahui, GNPIP merupakan langkah nyata pengendalian inflasi di tengah ekspektasi inflasi yang tinggi sebagai pengaruh dari kenaikan inflasi global. Gerakan ini dilakukan secara nasional dan berfokus pada tiga program utama yakni meningkatkan produksi pangan, memperkuat kerja sama antar daerah, dan stabilisasi harga pangan melalui pelaksanaan operasi pasar. (Sirait)