Sejarah Pemukiman yang Berdiri di Pulau Galang
Sebagai warga asli Kecamatan Galang yang masuk ke dalam kategori masyarakat Hinterland. Gerisman menuturkan wilayah pemukiman telah berdiri sejak tahun 1834. Pemukiman penduduk diakuinya hanya tersebar di wilayah Pulau Abang, Kampung Karas, Sembulang, dan Rempang Cate.
Kemudian pada tahun 1960, wilayah pemukiman bertambah hingga 11 kampung termaksud wilayah Pantai Melayu yang menjadi kawasan pemukimannya saat ini.
“Mak saya masih merasakan nuansa penjajahan di Kecamatan ini, dengan masuknya Belanda Tua (Belanda), dan Belanda Muda (Jepang). Itu sebutan para orang tua kami dulu terhadap mereka,” terangnya.
baca juga: Pulau Rempang Digadang Jadi Kawasan Industri Sekaligus Pariwisata
Walau penduduk asli memiliki tanah garapan, namun kehidupan di saat itu diakuinya jauh dari kata makmur dan sejahtera. Terutama di tahun ini, Ibukota Pemerintahan berada di Kota Tanjungpinang.
“Untuk menjual hasil kebun dari garapan orang tua kami harus ke Tanjungpinang. Transportasi hanya perahu, dan memakan waktu hingga satu hari dengan mendayung perahu,” ungkapnya.
Sebagai warga yang hidup di tahun 1960 an, Gerisman mengaku bahwa pengurusan legalitas atas lahan tempat tinggal sangat sulit dilakukan.
“Pada tahun ini, pengurusan legalitas harus melalui kepengurusan Pemerintah Bintan Selatan. Namun untuk bertemu saja sangat susah, sudah seperti ingin bertemu malaikat,” sesalnya.
Resmi bergabung dengan Kota Batam pada tahun 1999, tidak membuat warga merasa mudah dalam melakukan segala pengurusan legalitas atas lahan tempat tinggal.
Walau demikian, kemudahan lain seperti akses akan pendidikan, kesehatan, serta ekonomi diakuinya mulai mengalami perubahan yang signifikan.
“Galang dinyatakan sebagai bagian Kota Batam memang memiliki keuntungan terutama di sektor pendidikan, kesehatan, hingga perekonomian warga yang mulai terbantu. Namun tetap saja, kami sebagai warga masih tidak bisa mengurus legalitas atas tempat tinggal kami,” lanjutnya.
Warga Kecamatan Rempang lainnya, Rusli mengatakan hal senada, pihaknya mendukung pembangunan yang direncanakan di pulau Rempang. Namun, ia meminta kepada pemerintah untuk tidak melakukan penggusuran kampung mereka.
Ia meminta pemerintah mengeluarkan SK agar daerah mereka tak diganggu oleh rencana pembangunan.
“Tempat kami patok-patok sudah ada. Kami ikut pemilu tiap tahun, tapi opini di lapangan berkembang ada informasi soal ganti rugi, nanti rumah diganti rumah. Ada 16 titik kampung di Pulau Rempang ini, dari dulu kami tidak memiliki kekuatan, padahal kami bagian dari NKRI. Kami mendukung pembangunan tapi jangan gusur kami. Kalau sampai kampung kami digusur, kami siap mati,” tegas Suardi, salah satu warga Kampung Monggak, Galang yang juga ditemui, Senin (8/5/2023).

















