AlurNews.com – Anggota Komisi IV DPRD Batam, Udin P Sihaloho mengkritisi kegiatan wisuda yang dilakukan bagi jenjang pendidikan usia dini pada anak, Sekolah Dasar (SD), dan Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Menurutnya, tata cara pelepasan bagi anak didik di tingkat sekolah ini, seharusnya dapat dilakukan sederhana dan berkesan seperti perpisahan pada umumnya.
Kegiatan wisuda jelang kelulusan anak ini, juga dikeluhkan dapat membebani para orangtua siswa yang tengah mempersiapkan dana pendidikan lanjutan bagi anaknya.
“Saya menyoroti wisuda-wisudaan anak sekolah sekarang. Usia TK lulus, mau masuk SD buat ada wisuda, yang berbeda dengan perpisahan. Cukup perpisahan, tak perlu ada acara wisuda-wisudaan,” tegasnya, Rabu (21/7/2023).
Udin juga menyarankan agar pihak sekolah, seharusnya lebih fokus terhadap kualitas pendidikan terhadap anak. Dibandingkan dengan fokus terhadap kegiatan wisuda yang seakan wajib dilakukan saat ini.
“Saya selaku anggota DPRD Kota Batam yang membidangi pendidikan saya lebih fokus kepada kualitas anak SMA dan SMK. Banyak anak mereka juga tak mengerti matematika dasar. Perkalian saja tak tahu,” paparnya.
Seharusnya, para peserta didik dan pihak sekolah harus memahami berapa ketatnya persaingan dunia pekerjaan saat ini. Sehingga banyak perusahaan di Kota Batam merekrut tenaga kerja dari luar Batam.
“Ini bukan hoaks. Ada beberapa saya tanya SMA dan SMK di sini, mereka gak mengerti perkalian,” katanya.
Ia menambahkan apabila pihak sekolah ingin menyelenggarakan wisuda, diharapkan jangan sampai membebani orangtua murid.
“Proses wisuda-wisudaan ini disudahilah. Karena cukup memberatkan orangtua murid. Banyak orang tua murid mengadu kepada saya,” katanya.
Terpisah, Salah satu orangtua murid di sekolah swasta Batam Center, Kota Batam, Provinsi Kepri, Oktavia mengaku keberatan adanya acara wisuda saat anaknya lulus dari SD. Hal ini dikarenakan beratnya biaya yang dikeluarkan.
“Mereka harus beli toganya sendiri. Padahal toga itu dipakai cuma sekali saja. Habis itu disimpan di lemari. Padahal kami harus mempersiapkan seragam SMPnya,” katanya.
Seharusnya, kata dia, pihak sekolah menyediakan penyewaan toga kepada anak-anak. Sehingga orangtua tak harus membeli toga tersebut dengan harga mahal.
“Sebenarnya kami dikasih pilihan mau beli atau tidak. Kan gak logika, teman-teman anak kami wisuda pakai toga, masak anak kami enggak. Di bully dong dia, insecure dong dia,” katanya.
Ia menambahkan, waktu TK anaknya sudah merasakan pakai toga. Seharusnya tak perlu lagi pakai-pakai toga.
“Menurut saya pakai toga kan bisa lulus kuliah nanti. Tapi ada pula yang bilang siapa tau ada anak yang tak bisa menikmati kuliah jadi bisa merasakan pakai toga,” katanya.
Anehnya lagi, kata dia, guru-guru dan kepala sekolah turut pakai toga demi menyebutkan nama peserta didik satu per satu.
“Sekalian ajalah sebut IPKnya,” ujarnya sembari tertawa. (Nando)