Proses Panjang dan Berkelanjutan Kurikulum Merdeka

kurikulum merdeka
Untung Wahyudi, lulusan UIN Sunan Ampel, Surabaya

Oleh: Untung Wahyudi

Kurikulum merupakan hal penting dalam proses belajar mengajar di satuan pendidikan. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Di Indonesia, kurikulum pendidikan mengalami beberapa perubahan. Mulai dari kurikulum 1947, kurikulum 1994, kurikulum 2006, kurikulum 2013, hingga Kurikulum Merdeka yang digunakan saat ini.

Pada tahun pelajaran 2002/2023, sejumlah sekolah sudah menerapkan kurikulum baru yakni Kurikulum Merdeka. Hal ini sesuai dengan instruksi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), yakni tentang implementasi Kurikulum Merdeka bagi satuan pendidikan yang sudah siap menerapkannya.

Dalam siaran pers Kemendikbudristek Nomor: 413/sipers/A6/VII/2022, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek, Anindita Aditomo, menjelaskan bahwa mulai tahun ajaran 2022/2023, Kurikulum Merdeka menjadi salah satu opsi yang dapat dipilih secara sukarela oleh satuan pendidikan.

Anindito juga menegaskan bahwa tidak ada pembatalan implementasi Kurikulum Merdeka. Surat Keputusan (SK) Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Nomor 044/H/KR/2022 yang ditandatangani 12 Juli 2022 adalah untuk menetapkan lebih dari 140 ribu satuan pendidikan yang menerapkan Kurikulum Merdeka pada tahun ajaran 2022/2023.

Yang menjadi pertanyaan adalah, hingga tahun ajaran 2023/2024 ini, siapkah semua satuan pendidikan mengimplementasikan Kurikulum Merdeka, yang oleh beberapa pihak dianggap sebagai kurikulum yang penting diterapkan karena sangat relevan dengan kebutuhan zaman? Mendikbudristek sendiri menyatakan bahwa Kurikulum Merdeka bisa diterapkan oleh satuan pendidikan yang sudah siap dan menyesuaikan dengan kebutuhan.

Tantangan dalam Kurikulum Merdeka

Tak dapat dimungkiri, perubahan kurikulum sering menimbulkan pro dan kontra. Perubahan kurikulum bagi sekolah yang sudah maju dengan fasilitas yang memadai, mungkin cukup mudah untuk diterapkan. Sarana dan prasarana yang mendukung akan terasa untuk menerapkan kurikulum baru. Namun, bagi sekolah yang berada di daerah pedalaman, dengan sarana dan prasarana yang tidak memadai, penerapan kurikulum baru tentu butuh persiapan yang matang. Jangan sampai implementasi Kurikulum Merdeka dilaksanakan dengan terpaksa sehingga, baik guru maupun siswa tidak siap dengan penerapan kurikulum baru.

Selain persiapan yang matang, implementasi Kurikulum Merdeka tentu akan menghadirkan tantangan baru, terutama bagi guru yang selama ini masih terbiasa dengan kurikulum lama. Tantangan apa yang bakal dihadapi guru dalam implementasi kurikulum baru ini?

Elizabeth Indah Susanti, pelatih Kampus Guru Cikal, sebagaimana dikutip dari detik.com (12/8/2023), menjelaskan bahwa dalam implementasi Kurikulum Merdeka, guru akan menghadapi tantangan yang lazim dilakukan siswa. Tindakan menantang tersebut misalnya siswa suka ramai sendiri di kelas, kerap keluar kelas dengan alasan ke kamar mandi, dan hal lainnya yang biasa terjadi selama proses belajar mengajar.

Memang, dalam kurikulum baru ini, ada banyak kegiatan yang tampak positif, tetapi dianggap kurang membangun kemerdekaan belajar bagi siswa. Misal, siswa merasa terpaksa dengan segala kegiatan di kelas. Untuk itu, guru dituntut kreatif dan mampu membangun kebiasaan atau budaya di antaranya komitmen terhadap tujuan, mandiri terhadap cara, dan refleksi. Ketiga budaya ini disebut membantu guru untuk menghadapi siswa yang memiliki tindakan menantang.

Buat Siswa Senang dan Merdeka dalam Belajar

Sebagaimana diketahui, Kurikulum Merdeka diluncurkan Mendikbudristek pada Februari 2022 sebagai salah satu program Merdeka Belajar untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Kurikulum ini berfokus pada materi yang esensial dan pada pengembangan karakter profil pelajar pancasila.

Dilansir dari laman iNews.id (06/7/2022), Kurikulum Merdeka merupakan bentuk evaluasi dari Kurikulum 2013. Kurikulum Merdeka adalah kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam, di mana konten akan lebih optimal agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi.

Dari pernyataan di atas begitu jelas bahwa kurikulum baru yang menjadi bahan diskusi belakangan ini adalah bentuk evaluasi dari Kurikulum 2013. Kurikulum ini masih berkaitan dengan kurikulum sebelumnya sehingga guru tidak perlu khawatir dengan perubahan kurikulum tersebut.

Evaluasi untuk Merdeka Belajar Berkelanjutan

Untuk mengimplementasikan suatu program memang butuh adaptasi, termasuk Kurikulum Merdeka. Meskipun tidak begitu banyak perubahan dari kurikulum sebelumnya, tapi bagi sebagian guru Kurikulum Merdeka dianggap sesuatu yang butuh persiapan matang. Namun begitu, sebagaimana disampaikan Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim, bahwa yang kita lakukan dalam Merdeka Belajar merupakan prinsip keberlanjutan untuk mencapai critical mass (batas minimum) sekitar 20 persen sehingga memastikan kondisi yang baik bagi sistem pendidikan. Artinya, adaptasi dalam mengimplementasikannya butuh proses panjang dan berkelanjutan.

Dalam telekonferensi Rapat Kerja dengan Komisi X DPR RI di Jakarta (02/07/2020), sebagaimana dikutip dari laman mendikbud.go.id, Mendikbudristek Nadiem Makarim menekankan prinsip keberlanjutan untuk memastikan kebijakan Merdeka Belajar tetap berlanjut dan semua target akan tercapai pada 15 tahun ke depan. Prinsip keberlanjutan tersebut ditempuh antara lain dengan melakukan revisi berbagai peraturan perundangan, salah satunya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

Demikianlah. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam proses belajar mengajar, khususnya dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka dibutuhkan evaluasi serta dukungan dari beberapa pihak. Wacana baik yang digulirkan Kemendikbudristek harus dibarengi dengan dukungan satuan pendidikan, guru, tenaga kependidikan, serta upaya mengkondisikan peserta didik agar mampu beradaptasi dengan model pembelajaran yang diterapkan dalam kurikulum yang baru.

*) Untung Wahyudi, lulusan UIN Sunan Ampel, Surabaya