Uba Pertanyakan Peran BP Batam dan Pemprov Kepri dalam Konflik Rempang

Anggota Komisi IV DPRD Kepri, Uba Ingan Sigalingging. (Foto: AlurNews)

AlurNews.com – Anggota DPRD Kepri, Uba Ingan Sigalingging menyebut bentrokan yang terjadi pada 7 dan 11 September, terkait pembelaan hak-hak warga Pulau Rempang, Galang, Kota Batam yang terancam digusur oleh proyek strategis nasional dinilai sebagai gerakan kemanusiaan.

Bukan tanpa sebab, yang ikut dalam aksi itu bukan cuma warga tempatan yang terdampak, namun lebih kepada mengatasnamakan bangsa dan hak hidup atas tanah leluhur orang-orang di Rempang.

Menurut Uba aksi tersebut tak berdiri sendiri, semua terjadi ada sebab akibat.

Baca Juga: Gugatan Praperadilan Tersangka Kericuhan Bela Rempang Ditolak

“Sebelum 7 September pun, sudah ada penolakan dari warga terkait wacana ataupun rencana dari pemerintah. Tidak ada pendekatan dialogis inilah yang membuat terjadinya penolakan dalam bentuk aksi,” kata dia, Senin (6/11/2023).

Terkait dengan apa yang disampaikan oleh Wali Kota Batam, Muhammad Rudi, lanjut dia, bahwa ada aktor-aktor yang bermain dalam aksi ini, sudah tentu itu domainnya pihak kepolisian. Walaupun dirinya menganggap harusnya aksi itu tak terputus di 11 September saja.

“Pak Rudi juga harus menyampaikan kegagalannya sebagai Kepala BP Batam dalam memberikan penghormatan kepada masyarakat Rempang,” kata dia.

Menurut Uba apabila penghormatan ini tidak diberikan, maka terjadilah penolakan yang berkembang menjadi gerakan aksi yang besar.
“Jadi apa yang disampaikan Pak Rudi ini, saya pikir tendensinya memikirkan bagaimana untuk mengamankan dirinya di Pilkada 2024,” ujar Uba.

Uba Minta Pemprov Kepri Tak Tutup Mata

Uba bersikap obyektif. Tak hanya kepada BP Batam saja, dia juga ingin Pemrov Kepri memberikan perhatian serius terhadap kondisi masyarakat Rempang saat ini.

Pemprov Kepri dan BP Batam harus sama-sama bertanggung jawab karena PSN Rempang Eco-City merupakan program pemerintah.
Kata dia, keduanya harus bertanggung jawab memberikan jaminan keamanan dan kenyamanan, serta dampak-dampak yang diberikan oleh tekanan atau intimidasi yang selama ini terjadi di masyarakat sampai merasa ketakutan, bahkan kesulitan untuk mencari nafkah.

“Sampai saat ini saya belum melihat ada langkah-langkah konkret yang dilakukan BP Batam khususnya dan juga Pemprov Kepri,” tuturnya.

“Tidak ada upaya mendata. Berapa di sana warga yang kesulitan menbayar BPJS? Bagaimana sekolah anak-anak? Bagaimana nafkahnya? Itu tidak ada. Artinya ini terkesan masyarakat itu hanya dijadikan objek untuk kepentingan-kepentingan. Apakah itu nanti dalam konteks ekonomi semata, atau Pilkada,” pungkas Uba. (Arjuna)