PT BSI Diduga Lakukan Aktivas Reklamasi Tanpa Prosedur

AlurNews.com – PT Blue Steel Industries (BSI) perusahaan asal Australia yang pada 25 Juni 2022 lalu diresmikan dan diperkirakan mendapatkan alokasi lahan seluas 60 hektare yang existingnya lebih kurang 75 persen berupa pantai dan laut.

Perusahaan tersebut, terkini, diduga melakukan pelanggaran hukum lingkungan akibat reklamasi yang dilakukan oleh korporasi. Hal itu berdasarkan hasil verifikasi di lapangan, tepatnya di Kampung Panau, Kabil, Nongsa, Kota Batam, Kepulauan Riau.

Sebagaimana diketahui, Kampung Panau terdiri atas lebih kurang 141 KK. Mayoritas warga berprofesi sebagai nelayan yang menggantungkan hidup dengan kondisi perairan yang lestari.

Nelayan di sana memiliki sampan atau kapal bermesin. Mereka digolongkan sebagai nelayan laut, biasanya beraktivitas dilepas pantai. Adapun warga yang hanya bermodalkan sampan ataupun alat tangkap dengan aktivitas area tak jauh dari pantai disebut nelayan pantai.

Tetapi, tak sedikit juga warga Kampung Panau yang mencari tangkapan hasil laut untuk kebutuhan konsumsi keluarganya sehari-hari. Berada di Kelurahan Kabil dimana banyak kawasan industri maupun perkapalan, kedudukan kampung itu dihimpit PT Nexus Batam di bagian selatan dan PT Gahara Samudra Berlian serta PT BSI di sebelah utara.

Kampung Pantau memiliki garis pantai sepanjang sekitar 600 meter dengan kontur pantai berpasir. Ini merupakan salah satu pantai di kawasan hunian penduduk di Batam yang tak berbayar.

Salah seorang nelayan Kampung Panau, Soleh (66) mengatakan, aktivitas reklamasi yang diduga dilakukan oleh PT BSI membuat kesehariannya dan warga lain terganggu. Ia bahkan sampai kesulitan mencari nafkah di laut.

“Aktivitas reklamasi tepat di samping perkampungan, kerjanya siang malam. Ya, kami (nelayan) sangat terganggu. Kami tak bisa lagi mencari nafkah di sana,” kata dia, tempo lalu.

Di lokasi, tampak dari kejauhan coklatnya warna sedimentasi yang berpadu dengan hijaunya pohon mangrove. Soleh tampak sedu. Raut wajah sedihnya tak dapat ditutupi. Matanya menerawang jauh menyaksikan pohon-pohon mangrove yang bakal hilang dari pandangan.

“Kalau masyarakat tidak mengizinkan reklamasi seperti ini,” tambah Soleh.

Temuan di lapangan, ada sekitar 8 hektare ekosistem mangrove menutupi hampir sepanjang tepian teluk. Vegetasi bakau cukup lengkap walau kondisi pantainya berpasir dan berbatu.

Secara geografi berada di sebelah timur Pulau Batam, Pantai Panau yang sebentangan dengan area APL PT BSI berhadapan langsung dengan laut lepas. Jenis mangrove yang tumbuh di kawasan pantai berkontur seperti ini didominasi avicennia dan sonneratia, yang terancam sirna.

Lokasi kegiatan reklamasi merupakan area putih atau APL. Walau exiting-nya mangrove yang cukup luas, setelah di-overlay dengan Peta Mangrove Nasional (PMN) namun hamparan bakau itu tak tercantum dalam potensi mangrove.

Di lokasi juga, ditemukan truk-truk sedang mengangkut tanah bauksit dan alat berat yang sedang meratakan tanah guna mereklamasi pesisir. Ekosistem mangrove juga sudah luas ditimbun hingga menyebabkan sendimentasi disekitar lokasi dan terbawa arus laut.

Adapun material reklamasi diduga masih dalam kawasan perusahaan. Kondisi topografi Pulau Batam yang berbukit menjadi salah satu penyebab pembangunan akan menimbulkan aktivitas pemotongan lahan (cut and fill).