AlurNews.com – Lembaga Adat Melayu (LAM) Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri) mendesak Kepolisian mencabut status tersangka pada tiga warga Pulau Rempang yang disangkakan pasal perampasan kemerdekaan.
Ketiga warga tersebut diantaranya Siti Hawa atau Nek Awe (67), Sani Rio (37), dan Abu Bakar (54), ketiganya dikenakan pasal 333 KUHP paska kelanjutan pemeriksaan bentrok yang terjadi, Rabu (18/1/2025) dinihari
Ketua Umum LAM Kota Batam, Raja Muhamad Amin mengatakan, sikap LAM Kota Batam, diambil melalui agenda pertemuan pengurus yang terlaksana, Sabtu (1/2/2025) siang, sebagai bentuk perhatian LAM Kota Batam pada masyarakat.
“Pernyataan sikap ini, menyikapi status tersangka yang ditetapkan pada warga Rempang. Dukungan untuk Nek Awe, dan dua warga lain, kami berharap saudara kami masyarakat Melayu di Pulau Rempang tidak lagi menjadi korban,” ujarnya saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Sabtu (1/2/2025) sore.
Bersama dengan desakan pencabutan status tersangka, LAM Kota Batam juga menyampaikan sikap diantaranya mendesak PSN Rempang Eco-City ditinjau kembali.
Meminta pemerintah tidak merelokasi warga dari perkampungan tua di Pulau Rempang, mendesak transparansi pemerintah atas PSN Rempang Eco-City. Serta meminta LAM Kepri untuk mengundang DPR RI, dan DPD RI untuk menjadi jembatan ke Presiden Prabowo Subianto.
Amin berharap desakan ini mendapat tanggapan, sehingga proses penyelesaian konflik di Pulau Rempang dapat terselesaikan.
Serta masyarakat mendapatkan kepastian ruang hidup, yang telah mereka tempati secara turun temurun sejak ratusan tahun lalu.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polresta Barelang, AKP M Debby Tri Andrestian melalui keterangan tertulis yang diterima, Jumat (31/1/2025) sore, menyebut saat ini menangani empat laporan polisi terkait bentrokan antara warga, dan karyawan PT MEG yang terjadi di beberapa lokasi di Sembulang, Kecamatan Galang, Kota Batam, pada 17-18 Desember 2024.
Sejumlah pihak telah ditetapkan sebagai tersangka, di antaranya RH (28), dan AS (24) karyawan PT MEG, yang ditahan pada 22 Desember 2024 lalu.
Sementara itu, dalam laporan yang diajukan oleh PT MEG, tersangka yang belum diperiksa antara lain Abu Bakar, Siti Hawa, dan Sani Rio.
Seiring berjalannya penyelidikan, beberapa laporan mulai dicabut setelah adanya upaya restorative justice antara warga dan pihak PT MEG. Perdamaian resmi tercapai pada 8 Januari 2025, dengan beberapa laporan ditarik oleh pelapor.
Meski proses hukum terus berjalan, polisi menghadapi beberapa kendala dalam penyelidikan, antara lain minimnya saksi yang dapat mengidentifikasi pelaku, terutama karena insiden terjadi pada malam hari.
“Selain itu, tidak adanya CCTv di lokasi kejadian juga menjadi hambatan dalam memastikan detail peristiwa. Beberapa pelaku diduga mengenakan penutup wajah, yang semakin menyulitkan identifikasi,” ujarnya. (Nando)