AlurNews.com – Kementerian Agama (Kemenag) menegaskan komitmennya dalam menciptakan satuan pendidikan keagamaan yang aman, ramah anak, dan bebas dari kekerasan. Komitmen itu diwujudkan melalui peluncuran program nasional Pesantren Ramah Anak, yang kini mulai diterapkan di berbagai daerah di Indonesia.
Kepala Biro Humas dan Komunikasi Publik Kemenag Thobib Al Asyhar mengatakan, program ini sejalan dengan arahan Menteri Agama Nasaruddin Umar agar pesantren dan madrasah menjadi tempat paling aman bagi anak-anak untuk belajar dan tumbuh.
“Pesantren, madrasah, dan lembaga pendidikan keagamaan bukan hanya tempat belajar ilmu agama, tetapi juga ruang tumbuh bagi anak-anak bangsa. Karena itu, penting memastikan lingkungan belajar mereka aman, sehat, dan menyenangkan,” ujarnya di Jakarta, Sabtu (1/11/2025), dikutip dari laman resmi Kemenag.
Thobib menambahkan, Menteri Agama juga menegaskan tidak boleh ada satu pun anak di lingkungan pendidikan keagamaan yang mengalami tindakan kekerasan dalam bentuk apa pun.
Tiga Langkah Kemenag Wujudkan Pesantren Ramah Anak
1. Penguatan Regulasi dan Peta Jalan Perlindungan Anak
Dalam tiga tahun terakhir, Kemenag telah mengeluarkan berbagai aturan untuk memperkuat perlindungan anak di satuan pendidikan keagamaan.
Mulai dari PMA Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual, hingga KMA Nomor 91 Tahun 2025 tentang Peta Jalan Program Pengembangan Pesantren Ramah Anak.
Peta jalan tersebut menjadi panduan nasional hingga 2029 dan mencakup tiga fase yaitu penguatan dasar (2025–2026), akselerasi (2027–2028) dan kemandirian (2029).
“Melalui skema berjenjang ini, Kemenag menargetkan seluruh pesantren dapat mengintegrasikan prinsip ramah anak dalam sistem kelembagaannya,” jelas Thobib.
Selain itu, Keputusan Dirjen Pendidikan Islam Nomor 1262 Tahun 2024 tentang Pengasuhan Ramah Anak di Pesantren menekankan pendekatan tanpa kekerasan. Tahun ini, 512 pesantren telah ditetapkan sebagai pilot project Pesantren Ramah Anak.
2. Kolaborasi Lintas Kementerian dan Inovasi Layanan Aduan
Kemenag menggandeng sejumlah kementerian dan lembaga seperti KemenPPPA, Kemendikbudristek, Kemensos, Kemenkumham, dan Kemenkes. Kolaborasi ini mencakup pencegahan kekerasan, penguatan ketahanan keluarga, hingga pembangunan rumah ibadah ramah anak.
Sebagai inovasi layanan, Kemenag juga meluncurkan Telepontren, kanal pengaduan kekerasan berbasis WhatsApp di nomor 0822-2666-1854.
“Kerja sama antarinstansi dan pemanfaatan teknologi ini memastikan setiap laporan kekerasan di pesantren dapat direspons cepat, tepat, dan berpihak kepada korban,” ujar Thobib.
3. Praktik Baik di Pesantren-Pesantren Daerah
Gerakan ini sudah diadopsi sejumlah pesantren di berbagai daerah. Di Pesantren An-Nuqoyah Guluk-Guluk Sumenep, santri dan pengasuh menyusun Kode Etik Santri dan membentuk Unit Perlindungan Anak.
Pesantren Nurul Islam Jember mengintegrasikan pendidikan gender dan kesehatan reproduksi dalam pelajaran, sementara Pesantren Al-Muayyad Surakarta membuka hotline pengaduan kekerasan dan posko konsultasi bagi santri.
Di Pesantren Cipasung Tasikmalaya, sistem pelaporan rahasia berbasis kelompok santri juga telah diterapkan.
“Pesantren-pesantren ini menunjukkan bahwa nilai Islam sejalan dengan semangat perlindungan anak. Pendidikan yang menanamkan kasih sayang dan adab akan melahirkan santri berkarakter dan berempati,” tutur Thobib.
Langkah Berkelanjutan
Hingga Oktober 2025, Satgas Pesantren Ramah Anak mencatat 25 kasus kekerasan di lembaga pendidikan keagamaan yang telah ditangani, meliputi pelecehan seksual, perundungan, dan kekerasan fisik.
Kemenag juga menerbitkan Surat Edaran Nomor 23 Tahun 2025 yang mengimbau setiap madrasah dan pesantren memperingati Hari Anak sebagai momentum memperkuat komitmen perlindungan anak.
“Membangun pesantren ramah anak bukan hanya soal mencegah kekerasan, tetapi menumbuhkan budaya asuh yang penuh kasih dan menghargai martabat anak,” tegas Thobib. (red)


















