BATAM,AlurNews.com – ๐๐ข๐ฎ๐ข ๐ ๐๐ฆ๐ง๐ณ๐ช๐ฅ๐ช๐ฏ Hamid ๐ฎ๐ข๐ด๐ถ๐ฌ ๐ฅ๐ข๐ญ๐ข๐ฎ ๐ฅ๐ข๐ง๐ต๐ข๐ณ ๐ต๐ฐ๐ฌ๐ฐ๐ฉ ๐ฃ๐ฆ๐ณ๐ฑ๐ฆ๐ฏ๐จ๐ข๐ณ๐ถ๐ฉ ๐ฅ๐ช ๐๐ข๐ต๐ข๐ฎ ๐ฌ๐ฐ๐ฎ๐ฃ๐ช๐ฏ๐ข๐ด๐ช ๐ฑ๐ข๐ฎ๐ฐ๐ฏ๐จ ๐ฅ๐ข๐ฏ ๐ข๐ฌ๐ต๐ช๐ท๐ช๐ด. ๐๐ฆ๐ฎ๐ถ๐ข ๐ช๐ฏ๐ช ๐ฅ๐ช๐ต๐ถ๐ญ๐ช๐ด ๐ฅ๐ข๐ญ๐ข๐ฎ ๐ด๐ฆ๐ฃ๐ถ๐ข๐ฉ ๐ฃ๐ถ๐ฌ๐ถ ๐ฃ๐ฆ๐ณ๐ซ๐ถ๐ฅ๐ถ๐ญ “110 ๐๐ฐ๐ฌ๐ฐ๐ฉ ๐๐ฆ๐ณ๐ฑ๐ฆ๐ฏ๐จ๐ข๐ณ๐ถ๐ฉ ๐ฅ๐ช ๐๐ข๐ต๐ข๐ฎ 1971 – 2007.” ๐๐ฆ๐ณ๐ช๐ฌ๐ถ๐ต ๐ฑ๐ฆ๐ต๐ช๐ฌ๐ข๐ฏ๐ฏ๐บ๐ข.
BUKU 223 halaman itu ditulis oleh Edi Sutrisno, Muhammad Nasir dkk, serta diterbitkan oleh Batam Link Publisher, 2007.
Jefridin masuk dalam tokoh berpengaruh, karena kiprahnya yang sangat serius memperhatikan Bahasa Melayu, sebagai cikal bakal Bahasa Indonesia.
Dalam buku tersebut ditulis, Jefridin menyimpan kegamangan intelektual tentang gejala pupusnya eksistensi Bahasa Melayu yang secara historis dijadikan sebagai bahasa perekat (lingua franca) di Kepulauan Nusantara, berabad-abad silam.
Jefridin menuangkan kegalauannya dalam buah karya tulis berjudul “Fungsi dan Kedudukan Bahasa Melayu di Ambang Kemusnahan”.
Tak disangka, karya tulis ini rupanya menarik perhatian tim penilai akademis selain beberapa prestasi lainnya, sehingga pria kelahiran Selat Panjang, Riau, 25 Desember 1969 ini meraih predikat Mahasiswa Teladan se-Kopertis X (Sumbar, Riau dan Jambi), sekaligus tercatat sebagai Mahasiswa Berprestasi tingkat nasional, pada tahun 1993.

Dalam setiap kesempatan, pria berdarah campuran Melayu-Bugis ini acap bertutur dalam aksen Melayu meski sebagian dari “budak Melayu” mulai alergi menggunakan bahasa ibu. Ia ingin perspektifnya dapat teraplikasi dengan baik, tidak hanya sebatas retorika.
Banyak hal yang ingin dipaparkan tentang Jefridin. Misalnya saja soal prestasi akademisnya, pengalaman karir, jenjang pendidikan hingga kiprahnya di masyarakat.
Jefridin muda hidup dalam keluarga yang kondisi ekonominya tergolong payah. Di Selat Panjang, kota kecil tempat Jef lahir dan dibesarkan, ia sudah memulai hidup mandiri.
Sewaktu duduk di bangku SMP, Jef membiayai sekolahnya dengan keluar masuk kebun untuk menyadap karet. Ia menjadi kernet angkutan umum sewaktu menjadi siswa Sekolah Pendidikan Guru (SPG) di Bangkinang, dan menjadi tenaga pengajar lepas untuk TPA dan SD selama kuliah di Universi tas Islam Riau (UIR), Pekanbaru.
Hasilnya, Jef mendulang prestasi dengan memperoleh beasiswa dan memperoleh predikat membanggakan sebagai mahasiswa teladan.
Kini, setelah masa-masa sulit terlewati dengan sukses, Jef menuai hasil. Sebagai pamong, karirnya menanjak mulus. Kini ia menjabat Kasi Penataan dan Pe meliharaan Pasar dan Kebersihan Kota Batam.
Sebelumnya, suami dari Dra Hariyanti ini, juga pernah menjadi guru di SMP DI Batam dan Lurah Tanjunguma serta sejumlah jabatan penting di Pemko Batam.
Selain sebagai birokrat, Jef yang sejak mahasiswa memiliki atensi penuh ter hadap kegiatan organisasi ini terpilih menjadi Ketua KNPI Batam periode 20062009 Sebagian khalayak menilai, Jef merupakan perpaduan antara pamong dengan aktivis.
Ia dinilai mampu memainkan peran-peran strategis nya di kedua sisi tersebut. Pria yang merampungkan studi pada Program Magister Manajemen Pendidikan di Uhamka, Jakarta ini menginginkan agar setiap komponen masya rakat Batam tidak mengidentifikasi diri dalam kelompok-kelompok tertentu.
Setiap individu menurut Jef hendaknya dapat melihat Batam sebagai “Rumahku adalah Istanaku.โ Di situ setiap warga harus memiliki rasa memiliki yang tinggi terhadap Batam sehingga hal-hal yang kontraproduktif dapat direduksi.
Cara pandang semacam itu menurut ayah Melgie Riyan Utami dan Muhd Wildan Riyansyah, hanya dapat ditempa melalui proses pembelajaran dan peningkatan mutu pendidikan secara paripurna.
Sistem pendidikan di Batam sejatinya merupakan kombinasi tanggungjawab antara guru, lembaga pendidikan dan lingkungan.
Selain itu, Jef menginginkan agar pemimpin Batam ke depan dibekali oleh kemampuan intelektual (IQ), kemapanan emosional (EQ), kecerdasan kreativitas (CQ) yang disempurnakan dengan kecerdasan spiritual (SQ). ***
Sumber: Kata Batam


















